WAHAI DOAKU, APAKAH ENGKAU TELAH MENCAPAI SURGA?

(Translator : Zerard)


“Jadi, setelah semua itu, dia tidak menerima hadiahnya?”

“Nggak!” High Elf Archer memukul meja, membuat perkakas melompat. “Kamu bisa percaya?!” gadis itu telah terluka parah belum lama ini, namun setelah beberapa hari istirahat, dia sudah dapat berdiri kembali. Seperti itulah para elf.

Gadis Guild melirik, terlihat sedikit tidak nyaman pada orang yang berada di meja lain, namun dia tetap tersenyum. Witch menikmati seruputan pada anggurnya dengan wajah tanpa dosa, dan sedangkan untuk Priestess, dia terlihat sama seperti biasa.

Bagi mereka yang berkumpul di meja, yang mempunyai pola pikir masing-masing, Amarah high Elf Archer bukanlah hal yang baru.

Segalanya kurang lebih sama seperti biasa dalam kota perbatasan selagi party Goblin Slayer sedang pergi. Petualang minum, tertawa, pergi berpetualang, bertarung, dan pulang—atau terkadang, tidak pulang.

Adalah keseharian hidup, pikir Priestess, yang harus mereka jalani.

“Tapi aku harus singgung,” Gadis Guild berkata, “Dia memang mengambil hadiah.”

“Iya—untuk pembasmian goblin!” Telinga High Elf Archer naik dan turun penuh kekesalan. Dia terlihat begitu mabuk—tetapi minuman yang ada di gelasnya sebenarnya adalah jus anggur. Dia benar-benar sedang kesal hari ini.

“Yah, dia memang seperti itu,” gadis Guild berkata pelan. Dia bertopang dagu pada meja dengan mau bagaimana lagi. “Bahkan walaupun orang yang dia selamatkan adalah bangsawan muda...dia hanya melihat pembasmian goblin ya sebagai pembasmian goblin.

Dan baginya, mungkin seperti itulah.

“Mungkin,” Priestess menyela.

Dia tidak menambahkan apapun lagi, mungkin sebagian di karenakan tidak ada satupun hal dalam kalimat itu yang salah, sebagian karena ucapannya benar, dan sebagian karena dia memiliki perasaan yang sama.

“Aku juga dengar ada kegaduhan hebat di ibukota juga,” Gadis Guild melanjutkan. “Kasus markas sekte jahat lainnya yang di hancurkan atau semacamnya. Tapi aku penasaran siapa sebenarnya Knight of Diamonds yang sering terdengar ini.” Gadis Guild memiringkan kepalanya.

Priestess tidak mengetahui jawabannya. Adalah benar: karena bagi orang yang dia pikirkan, pembasmian goblin adalah apa yang selalu dia lakukan.

Tapi...

Namun walaupun begitu, Priestess dapat mengetahui bahwa mungkin ada cara lain yang lebih baik untuk menyelesaikannya.

Pria itu telah menyelamatkan anak perempuan dari keluarga kerajaan, bahkan walaupun itu hanya “sekedar”  dari goblin. Dia mungkin tidak dapat meminta apapun yang dia inginkan, namun tentunya, dia dapat di ijinkan untuk membuat permintaan yang cukup besar.

Seperti dalam dongen, dia dapat di nikahkam dengan permaisuri dan hidup bahagia selamanya.... Heh! Yah, mungkin tidak.

Namun dia mungkin dapat meminta raja untuk menyikapi goblin dengan lebih serius, atau meminta sebuah promosi menjadi tingkat Gold, atau meminta sedikit bantuan dari kerajaan, atau...

Mungkin dia harus bermimpi sedikit lebih besar...mungkin.

Adalah pikiran yang lancang. Ya, Priestess melihat itu.

Pria itu hanya berkata, “Ini pembasmian goblin.”

Tidak leboh dan tidak kurang, dan itu sudah cukup.

Goblin Slayer...

Itulah apa yang dia inginkan, dan apa yang terus dia lakukan.

“Ahh...”

“Wah, wah... Kenapa, menghela...?” Witch, selalu peka seperti biasanya, dengan segera menyadari helaan kecil itu. “Hari, ini, kamu, berkata, sesuatu, yang, sangat, imut...tentang, tidak, ingin, pulang.” Apa ada sesuatu yang membuatmu kesal? Mata Witch melirik kepada Priestess, penuh akan kecemasan, dan gadis muda itu melihat lantai seolah ingin melarikan diri.

“Nggak, nggak juga...”

Tidak, juga, tetapi... Suaranya terdengar terpaksa, dan dia menggeleng kepalanya ambigu.

Tapi apa yang bisa ku lakukan untuk menjadi seperti kamu?

Tentunya tidak mungkin dia bisa bertanya hal kekanak-kanakan seperti itu.

Dia ingin menjadi luar biasa. Cantik dan kuat, perhatian, selalu tampak lembut, mengetahui semuanya dan segalanya, elegan dan matang... seperti itulah apa yang dia inginkan ketika dia tumbuh besar.

Seperti Witch—seperti Swprd Maiden.

Setelah segalanya selesai, setelah Sword Maiden datang bergegas ke kota, Goblin Slayer dan wanita itu berpisah tanpa sepatah katapun. Sword Maiden tengah di sibukkan dengan buntut perkara, dan Goblin Slayer mundur dengan cepat.

Apa itu benar nggak apa-apa?

Namun sesuatu pasti telah terjadi di antara mereka, sesuatu yang mereka dapat komunikasikan tanpa berbicara. Bahkan walaupun wanita itu tidak mengetahui apapun itu.

Tetapi, bagi Priestess, petualangan yang di mulai dari quest Sword Maiden, telah selesai tanpa seolah-olah berakhir bagi Priestess.

Priestess mengelus pakaiannya, merasakan baju besi di baliknya, menutupi dada kecipnya.

Dia ingin menjadi sumber kekuatan.

Itulah apa yang selalu dia doakan, namun tidak ada perubahan sekejap atau seketika yang terjadi. Dia masih seorang petualang pemula dengan satu tahun lebih penggalaman yang telah di kantunginya, masih tingkat Steel yang belum berpengalaman.

Tiba-tiba, dia mengalihkan pandangannya ke sekitar: dia melihat Rookie Warrior dan Apprentice Cleric merasa sesuatu dengan pelan. Pada meja di seberang, party Heavy Warrior sedang duduk, Knight Wanita membuat pernyataan berani.

Pada setiap sudut, rumah makan ini di penuhi oleh petualang yang tampak begitu berkilau.

Dan...gimana denganku?

“Sulit ya?” Ucapan itu, mengiang di dalam pikirannya, terucap begitu tiba-tiba.

“Hmm?” High Elf Archer berkata, menggambar lingkaran di udara dengan jarinya. “Apanya yang sulit? Coba ceritakan sama kakak elfmu ini.”

“Maksudku...menjadi kuat?” Priestess menyentuh bibir dengan jarinya, berpikir sejenak, dan kemudian berkata, “...Atau mungkin sekedar tumbuh saja. Aku cuma lagi berpikir, itu nggak mudah.”

“Iya sih,” High Elf Archer berkata seolah hal ini bukanlah suatu kejutan. “Bahkan pohon sekalipun g tumbuh besar dalam semalam. Kalau sampe kejadian, gila, bakal kaget banget!”

Ucapannya mengandung semacam pengetahuan dan kebijaksanaan yang hanya di miliki oleh elf, namun di ekspresikan dengan sikap yang sangat bukan seperti elf.  Pertukaran ucapan ini membuat Gadis Guild tertawa, getar dalam suaranya terdengar seperti sebuah lonceng.

“Yah, mengkhawatirkan soal itu nggak akan menghasilkan apapun,” dia berkata.

“Benar...”

“Dan tidak ada seorangpun yang akan mempercayaimu kalau kamu pergi sendiri dan kemudian kembali lagi, dan mengklaim bahwa kamu sudah melakukan banyak latihan.”

Gadis Guild tentu pernah melihat orang lain seperti Priestess sebelumnya. Nasehatnya begitu lembut dan baik, membuat Priestess ingin menangis.

“Kalau di pikir lagi,” Gadis Guild menambahkan, “ Saya punya berita bagus. Berita bagus untuk kamu, setidaknya.” Dia menepuk kedua tangan dan berkedip—mungkim dia telah menyadari akan perasaan yang di dera Priestess.

“Berita bagus...?”

“Pemaisuri kerajaan, saya dengar telah memeluk kepercayaan Ibunda Bumi. Er, tapi bukan berarti dia akan bergabung dengan kebiarawatian atau semacamnya.”

“Itu...” Priestess tidak tahu harus berkata apa, menoleh kepada High Elf Archer.

Elf itu hanya mengangkat bahu. Tampaknya tidak banyak orang yang dapat dia ajak berdiskusi untuk masalah ini.

Dia mendapati gambaran itu melintas di pikirannya, akan para gadis yang ppergi ke kuil setelah petualangan pertama mereka. Tubuh mereka kebanyakan tidak terluka. Adalah hati mereka yang sangat mencemaskan. Priestess mengetahui betapa mudahnya untuk meremukkan sebuah hati, untuk menghancurkan pikiran.

Nggak bagus.

Dia telah menjjadi tidak baik. Lagi.

“Sepertinya dia mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan seorang cleric dari Ibunda Bumi.”

“Apa...?”

Dengan itu, ucapan itu benar-benar membuat Priestess terkejut. Dia menatap kosong kepada Gadis Guild, yang mempunyai ekspresi seperti anak kecil yang membagikan rahasianya.

“Tampaknya, gadis itu bilang, ‘Aku nggak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku ingin tumbuh seperti dia.’”

“......”

Sekarang Priestess benar-benar terbengong.

“Seperti dia”.

Apakah dia terlalu banyak berasumsi jika berpikir bahwa “dia” adalah...yah, dia?

“Ap— Apa...?”

Tak di sangka, dia mendapati matanya menjadi buram. Dia berkedip, menggosok kedua matanya. Pengelihatannya tidak membaik. Dan pipinya begitu panas.

Tanpa mengetahui apa yang harus di lakukan, Priestess mengendus sedikit dan membiarkan wajahnya terbanjiri air mata.

Dia harus bisa mengendalikan dirinya lagi. Dia seharusnya bertingkah tenang dan kalem.

Jika gadis itu mengetahui soal ini, mungkin ini akan benar-benar menghancurkan gadis itu secara keseluruhan. Ini bukanlah akhir dari segalanya, namun bagi Priestess, ini adalah segalanya.

Akan tetapi, entah mengapa, dunia tetap bertingkah misterius dan kalimat twrsangkut pada tenggorokannya.

“...Hei, itu bagus. Itu benar-benar berita bagus,” High Elf Archer berkata pelan dan lembut. Witch menepuk punggung Priestess.

Gadis Guild tetap diam—apakah karena dia mengerti atau tidak, adalah mustahil untuk mengetahuinya.

Sungguh dan benar-benar gembira dari lubuk hatinya, Priestess berusaha membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu.

Pada saat itu, pintu rumah makan mengayun terbuka, dan Pelayan Padfoot bergegas melewati Priestess.

Bagi para petualang, malam masihlah begitu muda.

*****




Bulan kembar bersinar dingin dalam langit malam.

Napasnya berembun, bercambur dengan cahay bulan.

Goblin Slayer berjalan pada sebuah jalan kecil di luar kota dengan langkah acuh biasanya.

Tidak ada yang berubah.

Dia telah menerima quest, pergi ke lokasinya, membunuh goblin, menyelamatkan sandra, dan pulang.

Itulah semuanya.

Itulah kewajibannya.

Persis seperti rumput rumput kering yang remuk dalam pijakannya, dia mengetahui itu.

Tidak ada yang berubah hingga momen ini dan tidak ada apapun yang akan berubah.

Jalanan terus memanjang, tanpa batas.

Ucapan yang pernah di katakan High Elf Archer kala itu tiba-tiba teringat kembali di pikirannya.

Lihat apa yang hanya ada di depan matamu.

Masternya mengucapkan sesuatu yang mirip dengan itu dulunya. Walaupun masternya menambahkan, Karena kamu terlalu bodoh untuk hal lainnya.

Fokus dengan apa yang ada di depanmu, urus, dan kemudian lanjut padaa hal berikutnya.

Terus berjalan maju; gerakan kakimu. Berdiri dan lanjutkan.

Dengan begitu, segalanya di dunia akan dapat teratasi. Jika kamu tidak melakukannya, tidak akan ada yang berubah.

“....”

Goblin Slayer mendapati dirinya berpikir:

Aku nggak bisa berjalan pada jalan yang sama dengan gadis-gadis itu.

Tidak seperti Sword Maiden, berdiri di atas dinding; tidak seperti Noble Fencer, yang bertarung terus menerus; bahkan tidak seperti Priestess, yang selalu bergerak maju, Goblin Slayer tidak mempercayai dewa. Dia tidak pernah benar-benar berdoa. Dia tidak memahami tujuan dari doa itu.

Namun justru itulah alasannya, dia sangat terkesan dengan mereka yang benar-benar berdoa dan mempunyai kepercayaan.

Dia juga merasakan hal yang sama pada Lizard Priest, dan juga Dwarf Shaman. Bahkan High Elf Archer dan Gadis Guild.

Dia tidak yakin apakah Spearman mempunyai kepercayaan. Akan tetapi, dia yakin pada Heavy Warrior. Masing-masing dari semua orang...

Goblin Slayer berhenti dan mendengak pada surga. Dua bulan menggantung di antara bintang yang tak terhingga.

Dia mendengus pelan, hampir menggerutu. Kemudian menggelengkan kepalanya.

Dia tidak tahu apa yang benar, namun dia tahu apa yang perlu di lakukan. Hanya ada satu hal.

Dia mengangkat kaki, memajukannya, dan mengambil langkah. Kemudian dia mengangkat kaki lainnya, memajukannya, dan mengambil satu langkah lagi.

Berjalan, bergerak maju. Jangan memikirkan apakah kamu akan sampai ke sana atau tidak. Untuk terus berjalan, itu adalah segalanya bagi dia.

“Oh, selamat pulang!”

Dia mengangkat kepala berhelmnya ketika suara itu terdengar.

Terdapat cahaya hangat, tidak begitu jauh. Cahaya itu pasti berasal dari dalam jendela.

Dia melihat gadis itu dengan segera, bersandar pada jendela, rambut merahnya terhembus angin malam.

“Ini sudah malam,” gadis itu berkata dengan senyuman dan lambaian. “Bahaya berdiri saja di situ sambil melamun!”

Pria itu mencium aroma susu rebus dalam hembusan angin.

“Ya.” Dia berkata, meremas kata itu keluar. “Aku pulang.”

Walaupun sang gadis hampir tidak bisa mendengar pria itu, sang gadis menyeringai, “Uh-huh!” dan mengangguk. “Makan malam sudah siap, oke? Ayo masuk!”

“...Baiklah.”

Dia berpikir.

Nggak ada yang berubah.

Dia melanjutkan berpetualang dan membunuh goblin.

Seperti itulah dirinya.

Itulah apa yang dia pilih.

Dan jika hasil dari pilihan itu adalah tidak adanya perubahan?

Dia tidak melanjutkan memikirkan itu dan berjalan menuju rumah, menutup pintu di belakangnya secara perlahan. Suara pintu tertutup bergema hangat dalam dinginnya udara malam.

Musim gugur hampir berlalu, dan tidak lama lagi musim dingin.