BERTEMU KEMBALINYA SEORANG IBU DAN ANAK

(Translator : Elsa)


"Hiks, hiks."

Suara isak tangis seorang gadis kecil terdengar di dekat dermaga yang sudah berubah menjadi reruntuhan. Para saksi mata dan sekumpulan prajurit berkerumun di sana, tetapi tidak ada kebisingan sedikitpun; tempat itu, anehnya, sepi.

Hal ini disebabkan oleh: gadis ras Sea-dweller yang seharusnya diculik itu terbang, jatuh dari langit, lelaki (manusia) yang melompat ke atas langit dan menangkapnya, serta seekor naga hitam yang punggungnya dinaiki oleh seorang gadis di langit. Namun, alasan terbesarnya adalah marah besarnya lelaki itu kepada is gadis Sea-dweller. Yah, sebenarnya, yang menjadi masalah adalah bagaimana gadis kecil itu memanggil lelaki yang memarahinya.

"Hiks, ayah, maaf..."

"Berjanjilah pada ayah bahwa kau tidak akan melakukan hal berbahaya seperti itu lagi, ya?"

"Un, Myuu berjanji."

"Baik, baguslah. Kemarilah."

"Ayaaah~!

Sosok Hajime, yang berlutut saat memarahi anak kecil itu, dan Myuu, yang dengan patuhnya merenungkan kesalahannya saat dimarahi oleh Hajime, meskipun ia menangis dan melompat ke pelukan Hajime ketika sudah dimaafkan... terlihat normal, seperti ayah dan anak pada umumnya. Apalagi, Myuu berulang-ulang memanggilnya 'ayah'.

Situasi di mana anak yang berasal dari ras Sea-dweller (yang seharusnya diculik) itu cukup 'megagumi' seorang manusia hingga menganggapnya seperti ayahnya sendiri, dan bagaimana Hajime memperlakukan Myuu seperti putrinya sendiri itu membuat semua orang yang menyaksikannya kebingungan, tidak dapat memahami apa yang sebenarnya terjadi. Mereka semua bertanya-tanya mengenai hal yang sama, "Bagaimana ini semua bisa terjadi?"

Hajime menggendong dan mengelus-elus punggung Myuu untuk menenangkannya, dan akhirnya, orang-orang yang mengerumuni mereka itu tersadar dan mulai membuat keributan.

Saat Hajime melirik ke arah orang-orang yang kebingungan dan menyebabkan keributan itu, dia mengelus-elus punggung Myuu dan seseorang memeluk Hajime dari belakang... ketika melihat ke arah bahunya, terdapat sosok Kaori yang kepalanya berada di bahunya, sedikit gemetaran.

"Aku senang... Syukurlah~ hik, hik."

Kali ini, Kaori mulai menangis. Meskipun ia bersikap tabah, di dalam hatinya, ia khawatir jika Hajime kehilangan nyawanya. Ia percaya bahwa Hajime pasti selamat, tetapi tidak mungkin ia tidak merasa khawatir. Ditambah lagi, mengingat bahwa dia menghilang untuk kedua kalinya, tidak lama setelah mereka dapat bertemu lagi. Menahan semua perasaan itu bisa dibilang tidak mungkin bagi Kaori.

"Maafkan aku karena telah membuatmu khawatir. Tetapi seperti yang kau lihat, aku benar-benar terlihat masih hidup di sini saat ini. Karena itu, tolong jangan menangis... jika Kaori menangis... aku akan cemas."

Uh, hik, k-kalau begitu, biarkan aku seperti ini sebentar lagi..."

Karena cemas, Hajime mengelus kepala Kaori, yang tangannya melingkari lengan Hajime. Namun, mungkin karena ia tidak bisa berhenti menangis, Kaori semakin mengubur wajahnya ke bahu Hajime. Kini, kedua tangannya memeluk erat perut Hajime dari belakang.

"Oi, kau, jelaskan apa yang-gah!?"

"Muh? Maaf."

Yang berada di atas sana adalah orang yang -kelihatannya- seperti seorang Komandan. Orang ini basah kuyup karena terlempar ke laut saat Hajime melompat tadi. Dia tidak membaca situasi dan mencoba menanya-nanyai Hajime. Namun, dia tidak sengaja tertabrak oleh Tio (menonaktifkan wujud naganya ketika mendarat) yang berlari ke arah Hajime. Demikianlah, pria itu sekali lagi terjatuh ke laut. 

Tidak terlalu memedulikan pria itu, Tio mendekat ke sisi Hajime, memegangi kepalanya dan menekannya ke belahan dadanya.

"Apa—!? Oi, Tio."

"Aku mempecayaimu, tahu? Aku percaya... meskipun begitu, Tuan... terlalu banyak waktu berlalu hingga pertemuan kita saat ini."

Ketika Hajime dengan tenang menatap wajah Tio melalui belahan dadanya, raut wajahnya terlihat seakan menyatakan bahwa Hajime adalah seseorang yang penting baginya di dalam pelukannya, dengan air mata tertimbun di ujung kedua matanya. Kali ini, Hajime merasa bahwa perilakunya itu tidak perlu dipermasalahkan dan dia pun membiarkan Tio melakukan apa yang ia mau, karena Hajime sudah mengandalkannya untuk melakukan hal yang tidak masuk akal.

Saat semua itu terjadi, Myuu berkata, "Myuu akan memeluk ayah juga~", dan ia berpegang erat ke tengkuk Hajime. Shia, yang berada di samping Yue, yang sedang di samping Hajime, mulai memeluk lengan Hajime yang masih belum dipegangi oleh yang lainnya.

Pandangan yang mengerumuni mereka itu bahkan tidak dapat melihat Hajime, karena seluruh tubuhnya tertutupi oleh seorang gadis kecil, para gadis, dan seorang wanita yang semuanya terlihat cantik. Pandangan-pandangan itu berangsur-angsur berubah dari menunjukkan rasa kebingungan ke kehangatan. Bahkan prajurit siap siaga yang kebingungan dan prajurit-prajurit lain menurunkan lengan mereka, kebingungan.

"Kalian... bukan hanya sekali, tetapi dua kali... aku akan memenjarakan kalian karena sudah menghambat pekerjaan prajurit Kerajaan."

Sekali lagi merangkak ke dermaga, orang yang -kelihatannya- Komandan itu melotot dengan marah ke rombongan Hajime. Dengan senjata di tangannya, sepertinya dia sudah siap untuk menyerang kapanpun. Meskipun Hajime tidak dapat disebut sebagai 'penculik' jika melihat seberapa melekatnya Myuu padanya, masih ada terlalu banyak hal yang tidak diketahui tentangnya, jadi tentu saja pria itu ingin menginterogasinya.

Sejak awal, Hajime sudah ingin menjelaskan bahwa dia telah dipercayakan oleh Ilwa, kepala guild cabang Fhuren, untuk mengawal Myuu. Namun, dia memiliki masalah, karena tidak mempunyai bukti apapun. Akan tetapi, bukti itu kini sudah berada di genggamannya. 

Dengan dikembalikannya 'Treasure Box/Kotak Harta Karun' oleh Tio, Hajime mengeluarkan status plate-nya dan formulir permohonan dari Ilwa, kemudian dia memberikannya ke sang Komandan.

"... Mari kita lihat... seorang bertingkat 'Gold'!? Ditambah lagi, permohonan langsung dari kepala cabang Fhuren!?" 

Selain formulir permohonan itu, terdapat juga surat dari Ilwa, tempat di mana detail-detail-nya tertulis. Surat itu ditujukan kepada walikota Elisen dan orang paling penting di antara para prajurit yang bertempat tinggal di kota ini, yakni pria yang berada di hadapan rombongan Hajime itu. Setelah membaca surat tersebut dengan bersungguh-sungguh, pria itu bernafas panjang, dan setelah merasa sedikit ragu-ragu, dia menyerah sambil menurunkan bahu, kemudian memberi hormat.

"... Permohonannya sudah berhasil dilaksanakan, Nagumo-dono."

"Baguslah bila semuanya sudah jelas. Kau pasti memiliki beberapa pertanyaan, tetapi kami sedang dalam keadaan terburu-buru. Jadi aku berharap kau tidak memiliki pertanyaan karena... aku ingin mempertemukan anak ini dengan ibunya sekarang. Tidak apa-apa, kan?"

"Tentu saja. Namun, sebagai prajurit Kerajaan ini... aku tidak bisa mengabaikan soal naga itu, lompatanmu tadi, dan benda yang mirip seperti kapal itu."

Sepenuhnya berubah dari sikap menindas yang sebelumnya, Komandan itu kini berubah menjadi penuh hormat. Meskipun demikian, dia memperlihatkan tatapan kuat yang menunjukkan bahwa mengabaikan semua yang terjadi sebelumnya itu adalah hal yang tidak mungkin dilakukannya.

"Mengenai itu, bisakah kita membicakannya lain kali? Lagipula, aku akan tinggal di Elisen untuk sementara waktu. Aku rasa melaporkannya ke Kerajaan adalah hal yang tidak perlu, karena mereka mungkin sudah mengetahuinya..."

"Mm, begitu ya. Bagaimanapun juga, sudah bagus bila kita memiliki kesempatan untuk berbicara. Sekarang, tolong kembalikan anak itu ke ibunya... apakah ia tau keadaan ibunya?"

"Dia tidak tahu. Tetapi tak apa. Lagipula, kami memiliki obat-obatan dan healer terbaik di sini."

"Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu izinkan aku menginterogasimu setelah semua urusannya selesai."

Komandan itu akhirnya memperkenalkan dirinya sebagai Saluz, kemudian dia mengendalikan kerumunan itu dengan memencarkan mereka. Orang yang sangat bertanggung jawab.

Orang-orang yang mengenal Myuu kelihatannya ingin memanggil gadis itu, tetapi Hajime menggunakan tatapannya untuk menghentikan mereka. Karena, banyak waktu akan terbuang sebelum ia kembali ke ibunya bila mereka melakukan itu.

"Ayah, ayah. Kita pulang. Ibu sudah menunggu! Myuu ingin bertemu ibu."

"Tentu saja... jadi ayo cepat dan menemuinya."

Menarik-narik tangan Hajime, Myuu mendesak dengan berkata, "Cepat, cepat!" Sudah sekitar dua bulan sejak terakhir kalinya ia pulang dan bertemu ibunya, jadi sikap Myuu ini masuk akal. Meskipun biasanya ia tertawa saat dirawat oleh rombongan Hajime di perjalanan, saat malam hari, ketika waktunya tidur sudah tiba, ia ingin dimanja karena memang, Myuu merindukan ibunya.

Dalam perjalanan ke rumah Myuu, dengan Myuu sebagai penunjuk jalan, Kaori mendekati Hajime dan bertanya dengan suara yang terdengar pelan dan gelisah.

"Hajime-kun. Mengenai apa yang dikatakan oleh prajurit tadi..."

"Yah, kedengarannya tidak mengancam nyawa. Hanya saja, luka fisiologisnya cukup parah... kita tidak perlu khawatir soal surat itu dan keberadaan Myuu di sini. Jadi tolong, periksalah lukanya."

"Un. Serahkan padaku."

Sembari membicarakan hal itu, mereka mendengar adanya kerusuhan yang berasal dari jalan di depan mereka; itu adalah suara seorang wanita muda dan beberapa pria serta wanita-wanita lain.

"Lemia, tenanglah! Tidak mungkin bila melihat kondisi kedua kakimu itu!"

"Itu benar, Lemia-chan. Myuu-chan pasti akan kembali!"

"Aku tidak mau! Bukankah kau bilang Myuu sudah kembali!? Kalau begitu, aku harus menemuinya! Aku harus menyambut kedatangannya!"

Kelihatannya, wanita itu ingin keluar dari rumahnya, dan dihentikan oleh beberapa orang. Mungkin karena seorang kenalan memberi tahu ibu Myuu tentang kepulangannya. 

Dengan gema suara yang terdengar gelisah dari seorang wanita bernama Lemia, wajah Myuu terlihat seakan mekar dan bersinar. Kemudian, sekeras yang ia bisa, Myuu memanggil wanita yang berumur sekitar pertengahan dua puluhan, yang ambruk di pintu masuk, sambil berlari.

"Ibu~~!!"

“—!? Myuu!? Myuu!”

Berlari sekuat tenaga dengan wajah yang dipenuhi senyuman, Myuu melompat ke dada wanita itu — ibunya, Lemia, yang berusaha menegapkan kakinya di depan pintu masuk.

Melihat sosok seorang ibu dalam jarak dekat dan memeluk anak perempuannya dengan erat, serta memperlihatkan bahwa ia tidak ingin berpisah lagi dengan anaknya itu membuat orang-orang yang berkerumun memandang mereka dengan tatapan hangat.

Berkali-kali, terus-menerus, Lemia berkata, "Maafkan ibu," kepada Myuu. Hal itu terjadi antara karena ia merasa tidak cukup memperhatikan Myuu atau karena ketidakmampuannya untuk mencari Myuu, atau mungkin keduanya.

Air mata berjatuhan karena Lemia merasa lega melihat anaknya selamat dan juga karena perasaan sedih disebabkan oleh ketidakmampuannya untuk melindungi anaknya. Memperhatikan Lemia dengan cemas, Myuu mengusap-usap rambut ibunya dengan lembut.

"Tidak apa-apa. Ibu, Myuu sudah ada di sini, jadi tidak perlu khawatir."

"Myuu.."

Lemia tidak pernah membayangkan bahwa ia akan dihibur oleh anaknya yang berumur empat tahun itu, jadi kedua mata Lemia yang dipenuhi air mata pun terbuka lebar saat memperhatikan Myuu, tanpa ia sadari.

Myuu menatap lurus ke arah Lemia, dan memang, ada kekhawatiran yang bersarang di kedua mata gadis kecil itu. Myuu adalah anak kesayangan ibunya dan sebelum diculik, ia tidak tahan bila ditinggalkan sendirian. Meskipun ia juga pernah mengalami saat-saat yang menyakitkan, melihat keadaan ibunya saat ini lebih menghancurkan hati Myuu daripada mengingat saat-saat menyakitkan yang terjadi pada dirinya.

Dikejutkan oleh hal itu, Lemia tanpa sadar memperhatikan Myuu dengan sungguh-sungguh, membuat Myuu tersenyum. Saat ini, Myuu-lah yang memeluk Lemia dengan erat. Luka fisik dan psikologis Lemia tidak terlalu parah, tetapi wanita itu menderita karena tidak dapat tidur semalaman mengkhawatirkan Myuu. Tetapi, kelihatannya putrinya itu sudah lebih dewasa dari sebelumnya.

Kenyataan ini membuat Lemia secara tidak sengaja memperlihatkan senyuman masam. Dengan bahu yang sudah dilemaskan, serta aliran air mata yang terhenti, Lemia memperhatikan putrinya dengan tatapan penuh cinta.

Myuu dan Lemia kembali berpelukan, tetapi tiba-tiba, Myuu mengeluarkan suara, yang terdengar seperti teriakan.

"Ibu! Kaki ibu! Apa yang terjadi!? Apa ibu terluka? Apakah itu terasa sakit!?"

Kelihatannya, Myuu menyadari kondisi kaki Lemia ketika melihat melalui bahu ibunya. Kedua kaki Lemia yang mengintip melalui rok panjangnya itu diperban seluruhnya, dan  terlihat sangat buruk.

Inilah yang dibicarakan oleh Saluz dan yang didengar oleh rombongan Hajime melalui seorang  pria muda pada saat dalam perjalanan menuju Elisen. Apa yang membuat suku Sea-dweller tidak tenang itu bukan hanya karena kasus penculikan Myuu, tetapi juga luka ibu Myuu yang sangat parah hingga membuatnya tidak dapat berjalan. 

Meskipun Myuu berkata bahwa ia diculik ketika terpisah dari Lemia, suku Sea-dweller tidak dapat menyebut kasus ini 'penculikan' bila tidak ada saksi mata. Mereka dapat menyatakannya sebagai 'penculikan' karena kelihatannya Lemia sudah menjumpai penculik-penculiknya.

Lemia melihat bahwa pria-pria mencurigakan itu menghapus jejak kaki mereka pada pasir di dekat pesisir pantai ketika wanita muda itu sedang mencari Myuu yang terpisah darinya. Meskipun merasakan firasat buruk, ia menemui orang-orang itu untuk bertanya apakah mereka mengetahui keberadaan putrinya... raut wajah mereka seperti mengatakan, "Oh, sial" dan mulai segera membaca mantra.

Merasa yakin orang-orang itu terlibat akan hilangnya Myuu, Lemia mencoba untuk, entah bagaimana, mendapatkan Myuu kembali, dengan mengikuti jejak kaki mereka.

Namun, salah satu dari mereka menyerang balik dengan menembakkan peluru-peluru api. Beruntung, Lemia dapat menghindar, sehingga peluru-peluru itu tidak mengenai tubuh bagian atasnya; walau kedua kakinya tertembak dan ia terlempar ke laut. Ketika sadar, ia ditolong oleh korps siap siaga yang pergi mencarinya karena ia tak kunjung kembali.

Nyawanya tertolong, tetapi seiring waktu berlalu, kaki Lemia masih mati rasa, dan itu membutnya tidak bisa berjalan maupun berenang. Pastinya, Lemia mencoba untuk mencari putrinya, namun tidak bisa karena kondisi kedua kakinya. Pada akhirnya, ia tidak dapat melakukan apapun selain mengandalkan semuanya pada korps siap siaga dan Kerajaan.

Saat ini, Lemia sedang berada dalam keadaan di mana ia tidak dapat berdiri dengan benar.

Lemia tersenyum, mencoba untuk tidak membuat putrinya semakin khawatir, jadi ia mencoba memberi tahu Myuu, "Tidak apa-apa." Namun, Myuu segera meminta bantuan kepada 'ayah'-nya; orang yang paling diandalkannya di seluruh dunia ini.

"Ayaah! Tolong bantu ibu! Kedua kaki ibu terluka!"

"Eh!? M-Myuu? Barusan..."

"Ayah! Cepatlaah!"

"Ara? Arara? Kau bilang 'ayah'? Myuu, siapa 'ayah' ini?"

Kebingungan, terdapat banyak sekali tanda tanya '?' yang mengambang di atas kepala Lemia. Orang-orang yang mengerumuni mereka juga menjadi ribut karena kebingungan. Banyak sekali kata-kata aneh yang beterbangan ke sana kemari, seperti:

"Lemia... sudah menikah lagi? Tidak... TIDAK MUNGKIN."

"Akhirnya, musim semi bagi Lemia-chan sudah kembali! Selamat, ya!"

"Itu bohong, kan? Siapapun, tolong katakan padaku kalau itu adalah sebuah kebohongan... Lemia-san-ku..."

"Ayah... Myuu bilang 'ayah'!? Bukannya yang ia maksud adalah aku!?

"Aku yakin Myuu menyebutkan nama panggung seseorang, ya, pasti begitu."

"Oi, saatnya konferensi darurat! Seluruh anggota perkumpulan "Memandang Lemia-san dan Myuu-chan dengan hangat" harus berkumpul sekarang! Ada badai yang datang menerjang!" 

Tampaknya, Lemia dan Myuu, ibu dan anak ini, terkenal di daerah sini. Lemia masih muda, usianya masih di pertengahan dua puluhan. Meskipun sekarang terlihat sangat kurus, Lemia memiliki rupa yang terpahat dengan indah, mirip dengan Myuu. Sangat mudah membayangkan sebagaimana menarik perhatiannya kecantikan Lemia ini saat ia sudah kembali seperti sedia kala. Karena itu, kepopulerannya dapat dipahami.

Mendengar kekacauan yang semakin parah, raut wajah Hajime menunjukkan ketidaknyamanan, seakan berkata, "Aku tidak ingin membahasnya sekarang." Meskipun Hajime berpikir bahwa orang-orang ini akan mengerti setelah dia menjelaskan mengenai bagaimana ceritanya Myuu bisa memanggilnya 'ayah', dia hanyalah seorang 'pengganti ayah Myuu' (meskipun di dalam hati, Hajime tidak berpikir dia hanyalah pengganti), dan dia juga tidak berniat untuk menikahi Lemia, tetapi kesalahpahaman yang muncul sudah semakin tumbuh sampai-sampai tidak bisa dikontrol lagi. 

Namun, Hajime berpikir bahwa kesalahpahaman itu adalah anugerah. Lagipula, Hajime dan rombongannya tidak akan bisa melanjutkan perjalanan kecuali mereka meninggalkan Myuu bersama ibunya. Mereka akan berpisah setelah rombongannya menaklukkan «Reruntuhan Dasar Laut Merjeene». Hajime mengira, Myuu mendekati rombongan Hajime karena ia sedang berada di tempat yang jauh dari kampung halamannya, serta dipisahkan secara paksa dari ibunya, jadi begitu Myuu kembali ke pelukan ibunya, keinginannya untuk berada di sisi rombongan Hajime pasti akan melemah seiring waktu berlalu, meskipun ia akan sedih pada awalnya. Orang-orang sekitar sangat prihatin mengenai Lemia dan putrinya, jadi mereka pasti akan membantu ibu dan anak tersebut.

"Ayaah! Cepatlaaah! Tolong bantu ibu!"

Myuu memperhatikan ke tempat Hajime berada kuat-kuat. Begitulah, Lemia dan kerumunan itu menyadari keberadaan Hajime setelah mengikuti arah pandang gadis kecil itu. Hajime menyerah dan berjalan menuju Lemia dan Myuu.

"Ayah, ibu sekarang..."

"Tak apa, Myuu... ayah pasti akan menyembuhkannya. Jadi tolonglah jangan menunjukkan wajah yang penuh air mata seperti itu."

"Baiklah..."

Hajime mengusap-usap rambut Myuu yang memandangnya dengan berkaca-kaca, kemudian dia pun mengalihkan pandangannya ke arah Lemia. Lemia menatap Hajime, kebingungan. Meskipun berpikir bahwa masuk akal bila wanita muda tersebut terlihat bingung, Hajime memutuskan untuk menggendongnya masuk agar bisa menyembuhkannya, karena penampilan Hajime sudah membuat kerumunan itu semakin ribut.

"Mohon maaf, tetapi, permisi sebentar, ya?"

"Eh? —!? Arara?”

Hajime menggendong Lemia -ala putri- dengan terlihat seakan tidak merasakan berat badan Lemia sama sekali. Kemudian, dia membawa Lemia masuk ke rumah, dipandu oleh Myuu. Ketika Hajime menggendong Lemia, teriakan dan raungan, yang diabaikan oleh Hajime, terdengar jelas di belakang mereka. Lemia sendiri hanya dapat berkedip menunjukkan keterkejutannya karena diangkat dan digendong oleh Hajime secara tiba-tiba. 

Setelah memasuki rumah itu, Hajime menemukan sofa di ruang keluarga, jadi diturunkanlah Lemia dengan perlahan ke sana olehnya. Setelah itu, saat melihat Lemia yang mengedipkan mata dan duduk di sofa di depannya, Hajime memanggil Kaori.

"Kaori, bagaimana keadaannya?"

"Izinkan aku memeriksanya... Lemia-san, saya akan menyentuh kaki Anda. Tolong katakan bila terasa sakit."

"I-iya? Umm, situasi macam apa ini?"

Ketika ia mengira putrinya yang diculik itu tiba-tiba kembali, seorang pria yang dikagumi dan dipanggil 'ayah' oleh putrinya itu muncul. Ditambah lagi, gadis-gadis dan seorang wanita yang cantik berkumpul di rumahnya. Situasi seperti itu membuat Lemia mengerutkan alis, cemas.

Saat semua itu terjadi, pemeriksaan Kaori berakhir dan ia memberitahu Lemia bahwa saraf kaki Lemia yang rusak akan bisa disembuhkan menggunakan sihir pemulihannya. 

Namun, prosesnya akan memakan waktu. Saraf-saraf yang rusak itu berada di tempat-tempat yang rapuh, jadi saya akan membutuhkan waktu sekitar tiga hari agar tidak terjadi efek samping. Juga, saya rasa akan lebih baik bila menyembuhkannya sedikit demi sedikit. Meskipun akan terasa tidak menyenangkan, tolong bertahanlah sampai saat itu, karena saya pasti akan menyembuhkan Anda."

"“Ara ara, maa maa. Aku kira aku tidak akan bisa berjalan lagi... bagaimana caranya aku membalas kebaikanmu..."

"Fufu, tidak perlu mengkhawatirkan hal itu. Lagipula, Anda adalah ibu dari Myuu-chan."

"Umm, jika dipikir-pikir lagi, apa hubungan kalian semua dengan Myuu... ditambah lagi, umm... kenapa Myuu menyebut orang itu 'ayah'..."

Ketika Kaori segera memulai untuk mengobati kedua kaki Lemia, rombongan Hajime memutuskan untuk menjelaskan semuanya kepadanya. Tentang bagaimana mereka bertemu dengan Myuu di Fhuren, kerusuhan itu, dan bagaimana Hajime akhirnya disebut sebagai 'ayah' olehnya. Mendengar semua itu sambil diobati oleh Kaori, Lemia membungkuk dalam-dalam di tempat, kemudian berterimakasih sambil dipenuhi air mata.

"Sungguh, bagaimana aku bisa membalas kalian... Karena kalian lah aku bisa bertemu kembali dengan putriku. Aku pasti akan membalas kebaikan kalian, bahkan dengan nyawaku sendiri. Selama aku bisa melakukannya, apapun itu..."

Meskipun rombongan Hajime berkata agar ia tidak perlu memikirkan itu, Lemia tidak setuju bila tidak membalas orang-orang baik yang menyelamatkan hidup putrinya. Untuk sementara, pengobatan Kaori berakhir pada hari ini. Ketika mereka memberitahu Lemia bahwa mereka sedang mencari penginapan, Lemia berpikir bahwa itu adalah sebuah kebetulan dan meminta mereka untuk tinggal di rumahnya saja.

"Tolong setidaknya izinkan aku untuk melakukan ini. Untungnya, rumah ini besar, jadi ada cukup ruangan untuk semuanya. Tidak perlu sungkan-sungkan dan gunakan saja rumah ini saat berada di Elisen. Lagipula, Myuu akan senang. Benar kan, Myuu? Kau akan senang bila Hajime-san dan teman-temannya tinggal di rumah kita, kan?"

"? Ayah pergi ke mana?"

Mendengar kata-kata Lemia, Myuu yang sedang mengistirahatkan kepalanya di pangkuan Lemia terbangun, mengedipkan mata, dan terlihat bingung. Tampaknya, ia berpikir bahwa sudah pasti Hajime akan tinggal di rumahnya. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia tidak mengerti kenapa Lemia menanyakan itu kepadanya. 

"Aku berpikir untuk sedikit menjauhkan diri saat ia sudah kembali ke ibunya..."

"Ara ara, ufufu. Bukan hal yang baik jika seorang ayah menjauh dari putrinya, tahu?"

"Tidak, bukankah aku sudah menjelaskan itu sebelumnya? Kami..."

"Aku tahu, cepat atau lambat, kau akan melanjutkan perjalananmu. Namun, tolonglah agar tetap menjadi 'ayah' Myuu hingga hari itu tiba. Jika kau menjauh sekarang,  maka akan menjadi perpisahan tiba-tiba ... kan? "

"... Yah, jika kau berkata demikian..."

"Ufufu, kau boleh selalu menjadi 'ayah' Myuu, tahu? Lagipula, aku sudah berkata akan "membalas budi dengan nyawaku" sebelumnya..."

Dengan berkata begitu, "Ufufu", Lemia tertawa sambil menutup bibirnya dengan satu tangan dan sedikit tersipu. Senyuman yang menenangkan dan indah itu pada umumnya akan menenangkan siapapun... tetapi badai salju seakan muncul di sekitar Hajime.

"Tolong jangan bercanda seperti itu... suasananya jadi terasa dingin sekarang..."

"Ara ara, kau populer, ya. Namun, sudah hampir lima tahun sejak aku kehilangan suamiku... Myuu juga ingin memiliki ayah, kan?"

"Fue? Bukannya ayah adalah ayah Myuu?"

"Ufufu, Myuu sudah mengatakannya, jadi bagaimana menurut ayah?"

'Badai salju'-nya menjadi semakin kuat. Meskipun Hajime tidak yakin Lemia bisa merasakan suasana dingin ini, aura tenang Lemia membuat kata-katanya tidak dapat dianggap sebagai sebuah candaan maupun keseriusan. "Kau sangat pemberani, ya!" Itulah yang diekspresikan oleh tatapan Yue dan gadis-gadis lain, yang dapat dengan mudah dihindari oleh Lemia dengan senyuman dan, "Ara ara, ufufu." Ia mungkin, tidak disangka, adalah orang yang hebat.

Pada akhirnya, rombongan itu memutuskan untuk tinggal di rumah Lemia. Ketika saat pembagian kamar tiba, Lemia berkata, "Bukankah suami istri seharusnya tidur bersama?" dan hanya dijawab dengan kesunyian oleh Yue dan gadis-gadis lainnya. Kemudian, Myuu berkata, "Myuu akan tidur dengan ayah dan ibu," dan semuanya menjadi kacau. Tetapi, setidaknya, keadaan sudah menjadi lebih tenang sekarang.

Rombongan Hajime akan menaklukkan Dungeon Agung selanjutnya mulai esok hari dan seterusnya, jadi mereka perlu memasok kembali serta memperbaiki perlengkapan yang rusak dan hilang. Sementara itu, penting juga bagi mereka untuk berlatih sihir Age of Gods yang baru diperoleh. Namun, sambil memikirkan juga bahwa Hajime tidak bisa membuang 'sisa-sisa waktu bersama Myuu'-nya, Hajime pun tertidur. 

* * *

Tiga hari kemudian.

Melihat jarak antara Hajime dan Lemia, yang anehnya terlihat dekat, membuat tatapan-tatapan kecemburuan dari para pria suku Sea-dweller menusuk-nusuk Hajime. Wanita-wanita yang tinggal di sekitar mereka juga semuanya bergosip mengenai Hajime dan Lemia. Selain itu, pendekatan gadis-gadis lain menjadi semakin intens ketika mereka kesal. Yue pada malam hari juga terlihat semakin cantik. Meskipun demikian, Hajime berhasil menyelesaikan persiapan rombongannya dan akan mulai mencari keberadaan «Reruntuhan Dasar Laut Merjeene».

Ketika saat mereka berpisah sudah tiba, raut wajah Myuu memperlihatkan rasa kesepiannya. Ia menarik rambut belakang Hajime keras-keras, namun entah bagaimana, Hajime berhasil melepaskan pegangan Myuu saat berada di dermaga dan naik ke kapal selam yang sudah diperbaiki.

Melambaikan tangannya, Myuu berteriak dengan keras, "Ayah, hati-hati di jalan!" Mengikuti itu, dengan suasana yang tidak dapat dianggap sebagai candaan maupun keseriusan, Lemia melambaikan tangannya, "Hati-hati di jalan ya, S-A-Y-A-N-G."

Dari samping, mereka dapat terlihat sebagai istri dan anak yang mengirim si suami pergi bekerja. Tatapan tajam muncul dari Yue dan gadis-gadis lain di belakang dan juga suku Sea-dweller yang mengelilingi mereka. Situasi ini membuat Hajime agak ragu-ragu untuk kembali kemari setelah menaklukkan dungeon selanjutnya.