BAB 1
(Translater : Fulcrum)

Minggu terakhir Juni. Meski ini baru selesai jam sekolah, dekatnya ujian mengisyaratkan datangnya suara-suara keyboard, suara mesin, bahkan suara bisik-bisik antar teman yang saling tanya jawab memenuhi seluruh SMA 1 yang berafiliasi dengan Universitas Sihir Nasional.
Saat ini kira-kira sejam sejak kelas siang telah berakhir. Tidak lama setelah itu, Tatsuya berdiri di depan Azusa, yang sedang memeriksa data-data.
“Kaichou, informasi sekaligus proposal dari organisasi-organisasi otonom dan Komite Moral Publik sudah disortir ke arsip; tolong selesaikan konfirmasinya besok.”
“Baik. ….Umm, Shiba-kun, kau benar-benar tidak masalah menyelesaikan semuanya?”
“Tidak sama sekali, apa kau ingin aku untuk lembur?”
Mungkin karena ia percaya dengan kemapuannya, atau mungkin hanya karena itu merepotkan, Tatsuya menggelengkan kepalanya, yang membenarkan kalau Azusa sudah melimpahkan semua tugasnya pdanya.
“Kalau begitu, aku permisi.”
“Terima kasih atas kerjamu.”
Ini belum waktu penutupan gerbang. Semua anggota OSIS yang lain meneruskan pekerjaan mereka dan masih belum ada yang pulang. Namun, Azusa membiarkan niat ‘melarikan diri’ Tatsuya seakan-akan itu hal biasa dan berterima kasih padanya.
Sebenarnya pulangnya Tatsuya adalah perintah Azusa; dia lah yang menyuruhnya.
Saat ini total ada enam angggota OSIS: ketua, dua wakil, bendahara, dan dua sekretaris. Itu sudah lebih banyak satu anggota daripada tahun lalu. Dengan begitu, pekerjaan mereka akan berkurang; tapi, dengan adanya Tatsuya, semuanya berjalan jauh lebih baikr dari itu.
Dengan kata lain, kemampuan Tatsuya bekerja terlalu baik.
OSIS memercayakan pekerjaan untuk mengontrol manajemen sekolah ke beberapa komite. Bukan hanya SMA Sihir yang melakukan ini, sudah merupakan hal normal untuk sekolah-sekolah menjalankan sistem seperti ini di akhir abad 21.
Namun, kontrol masalah-masalah pening manajemen sekolah tidak diserahkan ke murid biasa. Urusan-urusan besar seperi ‘Insiden Blanche’ yang terjadi April tahun lalu juga sebenarnya cukup jarang terjadi. Pekerjaan OSIS hampir seluruhnya cuma mengambil keputusan kecil, penyesuaian-penyesuaian kecil yang makan waktu, dan administrasi.
Dan kalau Tatsuya mengerahkan seluruh kemampuannya dalam mengatasi semua masalah ini, dia pasti bisa menyelesaikan semuanya seorang diri. Itu berarti tidak ada pekerjaan yang tersisa untuk anggota yang lain dan mereka akan tidak punya kesempatan untuk mendapat pengalaman.
Masa jabatan OSIS paling lama hanya dua setengah tahun. Kalau Tatsuya melakukan semuanya, maka adik kelas tidak akan bisa belajar cara bekerja dan teman-teman seangkatannya mungkin akan juga akan lupa cara mengerjakannya, dan kakak kelasnya juga tidak akan punya kesempatan untuk mengetahui kinerja mereka. Dan, kalau Tatsuya absen untuk waktu yang lama, pekerjaan OSIS tidak akan berjalan dengan baik. Konsekuensinya manajemen sekolah tidak akan berjalan mulus.
Risikonya sebenarnya cukup kecil, tapi kemungkinannya bisa sangat kacau. Jadi di bulan pertama mereka bekerja, April, Azusa dan Isori sudah mengambil keputusan. Dengan begitu, mereka berdua mengumpulkan keberanian dan meminta Tatsuya untuk ‘menyesuaikan tempo’nya dengan alasan itu. Sesuai dengan persetujuan mereka, mereka akhirnya datang dengan solusi ‘pulang lebih awal’.
Ini cukup enak bagi Tatsuya. Sebenarnya, Tatsuya berencana untuk menghabiskan waktu sepulang sekolahnya membaca dokumen penelitian nonpublik yang hanya bisa diakses SMA terafiliasi dan beberapa lembaga pelatihan lain. Dia sendiri tidak pernah menawarkan diri untuk jadi anggota Komite Moral Publik atau OSIS (atau pekerjaan-pekerjaan lainnya). Selesai lebih awal membuatnya punya banyak waktu luang.
“Miyuki.”
“Ya, kutunggu di sini.”
Mereka sudah seperti ini berkali-kali, mereka sudah tidak perlu mengatakannya langsung kalau dia akan menjemputnya.
Honoka melihat Tatsuya yang pulang dengan wajah tidak senang.
Tatapan dingin sekretaris yang lain, Izumi, saat melihat Tatsuya pulang hanya berkata ‘dasar pemalas’; dia tidak tahu kalau Miyuki diam-diam memerhatikannya.

Di waktu itu, aktivitas klub masih belum selesai. Akibatnya, ruang ganti kosong saat Tatsuya berganti baju olahraga, dan setelah menaruh seragamnya di tas dan memasukkan ke lokernya, dia pergi ke hutan latihan di belakang sekolahnya.
Hutan buatan ini bukan hanya dipakai untuk latihan sihir. Untuk bisa memenuhi aspirasi para murid yang ingin berkarir jadi tentara, polisi, dan tim penyelamat untuk latihan fisik, rapatnya pepohonan dan tinggi-rendahnya lereng sudah diperhitungkan matang; kolam, tanah berpasir, trek lari, dan lainnya sudah dibuat di posisi yang telah diperhitungkan. Selain itu, sudah dipasang berbagai peralatan penunjang. Dengan demikian, hutan itu tidak hanya dipakai oleh klub-klub yang ikut di kompetisi; mereka juga berbagi dengan klub-klub aktivitas fisik yang butuh latihan di luar ruangan.
Klub yang didatangi Tatsuya adalah salah satu yang tidak ikut kompetisi.
“Yo, Tatsuya.”
Sebelum dia bisa menyapa mereka, suara temannya sudah terlebih dahulu melakukannya.
“Tatsuya-niisama.”
Mungkin suara itu memberitahunya, saat Minami mendekati Tatsuya, sebuah ceret besar di tangannya, suara gemerincing menemani sapaannya.
“Senang bertemu denganmu, Leo. Sepertinya kau juga berusaha keras, Minami.”
Tatsuya melambaikan tangannya untuk menyapa Leo dan berbicara dengan Minami, lalu,
“Omong-omong, Agata-kaichou?”
Menanyakan keberadaan orang itu.
“Di sini.”
Jawaban pertanyaan itu datang dari orang yang dicarinya. Ia muncul dari balik semak-semak hutan, dan bukan dari salah satu trek lari yang ada; Agata Kenshiro, Ketua Klub Daki Gunung yang Leo ikuti, keluar balik pohon tinggi hutan itu. Tatsuya berjalan melewati adik-adik kelas dan teman-temannya yang sedang duduk kelelahan di tanah dan menunduk menyapa Agata.
“Kaichou, apa aku boleh ikut lagi hari ini?”
“Tentu, santai saja. Kalau bisa, apa kamu mau membantuku mengurus anak-anak kelas 1?”
Maksud perkataannya adalah separuh anggota klubnya yang sudah seperti mayat hidup, tapi tidak ada seorangpun yang bisa berdiri dan berlari.
“Baiklah. Bagaimana kalau satu putaran?”
“Hmm, cuma satu putaran. Itu kecil…… kalian semua cepat balap dia.”
Setelah Agata tertawa mendengar jawaban Tatsuya, dia memandangi anggota-anggota klubnya yang masih terkapar sampai sekarang.
“Ini cuma lari 10 Km di hutan! Liat Saijou sana, dia masih semangat”
“…..Tolong jangan bandingkan kami dengan Leo.”
Salah satu anak kelas 2 yang masih kuat coba angkat bicara. Entah bagaimana, dia masih bisa bicara; tapi kalau berdiri sudah bedah cerita.
“Jangan mengeluh! Kakak kelas sudah lari satu putaran lebih banyak. Ayolah, mau berapa lama kalian tidur-tiduran. Kalian ‘kan belum mati.”
Suara-suara lirih tak bersemangat muncul dari sana sini, ditemani dengan pemandangan anak kelas 2 yang satu per satu mengumpulkan semua kekuatan mereka untuk berdiri. Sebenarnya, mereka juga tidak mau seperti orang mati. 
Tetapi, hanya anak kelas 2 yang bangkit berdiri. Para anak kelas 1 sudah tidak punya tenaga lagi.
“Dasar kalian-kalian ini….. Sakurai!”
Minami, yang diam-diam saja, menjawab ‘ya’ pada panggilan Agata, sambil membawa ceret yang ditaruh dekat kakinya, dan berlari ke samping anak kelas 1 terdekat.
“Siram.”
“Baik.”
Dengan perintah Agata, Minami memiringkan ceret di tangannya.
“Ah, panas!”
Anak kelas 1 yang wajahnya disiram cairan dari ceret itu berguling-guling menjauhi kaki Minami, berdiri, dan menjauh dari Minami.
“Air mendidih……….?”
Leo, yang datang ke sampingnya, tertawa dan geleng-geleng pada pertanyaan yang Tatsuya gumamkan.
“Bukan. Panasnya paling tinggi sekitar 45-46 derajat. Panasnya tidak bahaya.”
Anggota-anggota perempuan klub yang duduk di bawah pohon hanya terus tertawa melihatnya tanpa memerdulikan hal itu. Jadi ini mungkin bukan hal yang baru; tapi, Tatsuya merasa kalau metode itu cukup mengejutkan.
“Katanya akhir abad yang lalu, mereka akan menyirami pemain rugby yang jatuh di tengah permainan dengan air untuk meningkatkan semangat mereka.”
Agata, yang mendengarkan pembicaraan Tatsuya dan Leo, memberikan trivia seperti itu.
“Agata-kaichou, apa kamu sengaja memilih air panas dan bukan dingin?”
“Karena kalau di musim ini, air dingin hanya semakin membuat orang-orang malas itu keenakan.”
Agata menyampaikan logikanya untuk menjawab pertanyaan Tatsuya. Di depan mata mereka, Minami membaptis anak-anak laki seangkatannya dengan air panas, satu per satu.
Terdapat tali yang terikat di atas kolam. Beberapa kayu pendek yang menggantung di tali itu digunakan Tatsuya sebagai pijakannya untuk melompat; Leo, yang melihatnya dengan biasa, berbicara dari sampingnya.
“Hei, Tatsuya, bagaimana ceritanya Sakurai bisa ikut klubku?”
“Kau baru penasaran sekarang?”
“Nggak, aku sudah penasaran sejak dulu.”
Seperti yang Leo katakan, Minami adalah anggota tetap Klub Daki Gunung berbeda dengan Tatsuya, yang tidak ikut klub apapun dan hanya memakai fasilitas mereka saja. Itu sebenarnya bukan masalah, tapi sebagai syarat boleh ikut di aktivitas Klub Daki Gunung, Tatsuya yang disebut ‘anggota kehormatan’ diharuskan mengurus CAD anggota-anggota klub dan teman-teman seangkatannya.
Kembali ke topik utama.
“Dengan kekuatan sihir Sakurai, bukannya dia dapat banyak undangan dari klub-klub lain?”
Kenyataannya sama persis dengan yang Leo katakan, karena itu keraguannya cukup masuk akal. Kekuatan sihir Minami telah dilihat satu sekolah saat ‘Eksperimen Stellar Furnace’ bulan April, tapi bahkan selama masa pekan perekrutan, mereka yang dapat nilai tertinggi di ujian masuk telah disasar oleh klub-klub. Seharusnya, dia ikut klub yang ada di kompetisi.
“Dia bilang mau melatih tubuhnya.”
Tatsuya menjawab pertanyaan itu separuh benar. Setelah mendarat di sisi lain kolam, sambil menggunakan batuan kecil sebagai pijakan, mereka terus melanjutkan pembicaraan.
“Aku rasa tubuhnya sudah cukup bagus untuk ukuran cewek kelas 1.”
Omongan Leo sudah diduganya. Karena Minami telah dibesarkan sebagai penyihir petarung oleh Keluarga Utama Yotsuba, kemampuan fisiknya seharusnya sudah jauh berkembang.
Namun, kalau untuk standar ‘cukup’, kemampuan sihirnya juga sudah lebih dari ‘cukup’ untuk tingkat anak SMA. Hal itu membuatnya semakin tidak perlu ikut klub.
“Minami tidak berpikir seperti itu.”
Minami bukan hanya anggota Klub Daki Gunung, dia juga ikut Klub Memasak. Tujuan utamanya ikut klub adalah untuk menghabiskan waktu agar dia bisa pulang di waktu yang sama dengan Tatsuya dan anggota OSIS yang lain, dengan majikannya, Miyuki, lebih tepatnya. Tatsuya dengan cermat menyembunyikan kebenaran itu.
Untuk SMA Sihir yang mengutamakan kemampuan praktik sihir, Kompetisi Sembilan Sekolah, turnamen yang diikuti semua SMA Sihir, adalah perhelatan yang sangat penting. Ini bukan hanya untuk sekolahnya saja tapi semua murid juga merasakannya, karena hasil Kompetisi Sembilan Sekolah akan berdampak dengan karir mereka. Namun, itu bukan hal yang terpenting. Oleh karena itu, tidaklah aneh jika mereka lebih fokus untuk ujian mereka sekarang.
Nakajou Azusa yang rajin, Ketua OSIS SMA 1, demi tidak menyia-nyiakan antusiasme semua murid, sudah memulai persiapan Kompetisi Sembilan Sekolah sebulan lebih awal daripada tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, dia sudah memperhitungkan tidak akan ada aktivitas yang menumpuk sebelum ujian dan semua persiapan bisa dilakukan dengan santai.
Sampai hari ini, Senin, 2 Juli 2096, saat suatu notifikasi yang tak terduga membuatnya kelabakan.
Hari itu, Tatsuya dan Miyuki seperti biasa datang ke Ruang OSIS sepulang sekolah. Ujian mereka minggu depan; tapi, itu tidak ada hubungannya dengan urusan OSIS. Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, tugas OSIS sudah berkurang. Meskipun tidak, hal itu tidak berpengaruh pada Tatsuya dan Miyuki; mereka bukan tipe-tipe orang yang belajar kebut semalam, jadi bukan masalah buat mereka.
Lagipula, segera setelah Tatsuya membuka pintu ruang OSIS, 
Sebuah atmosfer suram menerpanya dari dalam ruangan hingga membuat Tatsuya berhenti dengan sendirinya.
“Onii-sama? Ada ap….”
Bukan hanya Tatsuya. Miyuki, yang mengintip dari belakangnya, juga terkejut hingga tak dapat menyelesaikan kalimatnya, “Ada apa?”. Didepan mata mereka, Azusa dipenuhi keputusasaan seakan ‘dunia akan kiamat’ sambil memegang kepalanya.
“Oh. Kalian berdua, terima kasih sudah datang.”
Dari depan meja ketua, Isori berbicara pada mereka dengan wajah putus asa. Hal itu mengisyaratkan Tatsuya untuk memberanikan diri mengambil langkah maju menghadapi keputusasaan itu.
“Sama-sama, Isori-senpai. Ada apa ini?”
Sekali dia sudah memutuskan, dia tidak akan mundur. Itulah Tatsuya. Mengabaikan Azusa, yang terus memegangi kepalanya, Tatsuya menanyakan keadaan pada Isori.
“Ummm, gimana ya….”
“Rincian kompetisi tahun ini baru saja dikirimkan dari Komite Penyelenggaraan Kompetisi Sembilan Sekolah.”
Daripada Isori yang kebingungan mencari kata untuk menjelaskan, Azusa, yang masih belum menunjukkan wajahnya, memberikan jawaban pada pertanyaan Tatsuya.
“Oh, sudah dikirim ya.”
“Rinciannya akan dipasang di website publik besok.”
“Jadi begitu. Lalu apa masalahnya?”
Tampaknya, dia sadar kalau rincian itulah yang menjadi penyebab semua keputusasaan ini. Namun, memangnya masalah sebesar apa yang bisa sampai membuat kekacauan sebesar ini? Tatsuya tidak mampu menahan dirinya untuk mencari tahu.
“Semuanya!”
Mungkin, Azusa sudah menunggu-nunggu pertanyaan itu. Dia dengan cepat mengangkat kepalanya dan mulai mengeluhkan segalanya seperti sedang mengutuk orang.
“Ada perubahan cabang perlombaan di pemberitahuan itu!”’
“……..Apa yang berubah?”
Jelas, itu berita buruk. OSIS SMA 1 sudah melakukan persiapan mengira kalau tidak akan ada perubahan cabang olahraga (cabor) tahun ini. Tapi, meski jadwal pelaksanaannya sudah ditentukan sejak tahun lalu, tidak ada satu pun peraturan yang bilang kalau kompetisinya tidak bisa dirubah. Karena perubahan ini diberikan sebulan sebelum kompetisi, maka itu tidak melanggar peraturan.
“Tiga lomba!”
Namun, Tatsuya masih terkejut dengan jawaban Azusa yang menjerit.
“Speed Shooting, Crowd Ball, dan Battle Board dihilangkan; cabor yang baru Rower and Gunner, Shield Down, dan Steeplechase Cross-country.”
Totalnya ada enam cabor dan separuhnya dirubah. Terlebih lagi, berdasarkan jenis cabor baru ini, tipe sihir yang akan digunakan akan sangat berbeda. Ini berarti mungkin akan diadakan perubahan seleksi atlet.
Namun, masih terlalu cepat untuk bilang begitu. Jawaban Azusa belum selesai.
“Apalagi, atlet hanya boleh ikut di dua cabor kalau salah satunya Steeplechase Cross-country! Dan juga, Ice Pillars Break, Rower and Gunner, dan Shield Down dibagi jadi kelas ganda dan tunggal.”
Azusa menggebrak meja dengan kedua tangannya. Tatsuya bisa sedikit memahami perasannya. Hal ini akan memberikan perubahan drastis; akan berdampak signifikan di cara masing-masing sekolah mengikuti Kompetisi Sembilan Sekolah. Bukan hanya dari seleksi atlet, strategi, dan taktik juga akan berubah.
Sederhananya, semua persiapan yang sudah mereka lakukan sia-sia. Keputusan mereka untuk menyiapkan semuanya jauh-jauh hari berbalik merugikan mereka. Jelas Azusa jadi seputus asa ini. Tatsuya menilai kalau dia setidaknya punya kontrol diri yang bagus melihatnya tidak panik.
“Umm, Onii-sama.”
Dari belakangnya, Miyuki dengan malu-malu berbicara pada Tatsuya, yang masih bingung mau bicara apa pada ketua OSISnya yang terengah-engah.
“Rower and Gunner? Shield Down? Steeplechase Cross-country?…. Lomba seperti apa itu?”
Miyuki mungkin akan ikut serta di Ice Pillars Break; hampir tidak mungkin dia ikut di Rower and Gunner atau Shield Down. Namun, dia mungkin akan perlu ikut Steeplechase Cross-country, satu-satunya cabor lain yang boleh diikutinya, dan dia tertarik dengan dua cabor itu sebagai atlet Kompetisi Sembilan Sekolah. Rasa penasarannya cukup bisa dimaklumi.
“Mereka tidak memakai peraturan yang aku tahu, tapi…..”
Setelah berbicara seperti itu, Tatsuya menjawab pertanyaan adiknya.
“Rower and Gunner: Rower berarti pendayung dan Gunner berarti penembak. Di kelas ganda, satu orang bertugas jadi Rower yang menggerakkan perahu di atas air, dan yang satunya lagi menjadi Gunner, yang akan menembak target yang ada atau bergerak di atas air. Baik waktu yang dibutuhkan untuk sampai di garis finish dan jumlah target yang berhasil tertembak akan diperhitungkan dalam penilaian. Di kelas tunggal, satu orang berperan sebagai Rower dan Gunner. Kegiatan seperti ini sebenarnya adalah bagian kurikulum Angkatan Laut USNA.”
Setelah memastikan Miyuki sudah tidak ada pertanyaan, Tatsuya berganti menjelaskan lomba selanjutnya.
“Shield Down: pertarungan jarak dekat yang hanya menggunakan tameng. Ini biasanya dilakukan di sebuah ring yang posisinya lebih tinggi daripada area luarnya. Kau akan menang dengan menghancurkan atau mencuri tameng lawan atau membuat lawan keluar ring. Selain itu, serangan fisik pada lawan dilarang tapi boleh jika dilakukan dengan tameng. Sederhananya, sihir digunakan pada tameng, tubuh pemain dan untuk menyerang tameng lawan, dan penggunaan sihir untuk mendorong lawan keluar ring diperbolehkan.”
“Apa kita bisa menyerang tameng lawan dengan tameng kita sendiri untuk mendorong lawan keluar ring?”
“Tentu saja.”
“Ada peraturan tambahan: kalau kita bisa membuat lawan melepas tamengnya selama lima detik, kita akan dihitung menang tanpa perlu mengambil tamengnya.”
Setelah Tatsuya menjawab pertanyaan Miyuki, Isori memberikan penjelasan tambahan. Tatsuya menunggu sebentar tapi tidak ada tambahan-tambahan lain, jadi dia beralih melanjutkan ke lomba lain.
“Steeplechase Cross-country dilakukan sama seperti namanya. Mudahnya, sama saja seperti balap halang rintang lintas alam. Kita balapan dengan melewati rintangan-rintangan yang ada di hutan. Ini adalah latihan infanteri yang dilakukan di gunung dan hutan. Rintangannya bisa alami atau buatan, dan bisa juga ada automatic gun atau rintangan sihir.”
“Itu lomba yang sangat sulit…..”
Tatsuya mengiyakan sambil setuju dengan komentar jujur Miyuki.
“Selain Rower and Gunner dan Shield Down, Steeplechase Cross-country bukanlah perlombaan untuk anak SMA. Apa-apaan yang mereka pikirkan?”
Tatsuya berbicara seolah dia ingin memarahi mereka. Tepat setelahnya, Isori menambahkan beberapa informasi menakutkan.
“Apalagi, semua atlet kelas 2 & 3, baik laki-laki dan perempuan, bisa ikut. Sebenarnya, semuanya kecuali kelas 1.”
“…..Kalau atlet yang ikut tidak benar-benar terlatih, mereka bisa dropout.”
Dropout di sini, maksud Tatsuya bukan didiskualifikasi dari lomba, maksudnya keluar dari SMA Sihir. Mereka mungkin tidak mengerti apa yang dimaksudnya.
“Astaga….!”
Azusa berteriak putus asa dan sekali lagi menaruh kepalanya lagi di atas meja sambil mengeluarkan keputusasaannya.
Tugas OSIS bukan hanya memersiapkan Kompetisi Sembilan Sekolah; sebagian tugas manajemen SMA juga diberikan kepada OSIS untuk memberikan pengalaman kerja nyata. Bukan hanya di SMA Sihir, tapi di semua SMA. Tidak melakukan pekerjaan itu akan menghambat mulusnya manajemen sekolah. Oleh karena itu, bahkan di saat seperti ini, mereka setidaknya tetap harus melakukan pekerjaan itu; ketika Honoka datang, dan Izumi, yang terlambat karena ada latihan praktiknya, menampakkan wajah di ruang OSIS, berdua Tatsuya dan Miyuki sedang bergelut dengan pekerjaan OSIS. 
Azusa masih meletakkan kepalanya di meja, tapi.
Isori masih berusaha keras menghiburnya, tapi,
“Karena keadaan sudah seperti ini, kita cuma bisa memilih atlet baru.”
“….”
“Bukannya bagus kita masih punya waktu! Selain itu, tidak semua persiapan kita sia-sia!”
“…..”
“Entah bagaimana kita pasti bisa mengatasi Steeplechase Cross-country! Jadi, ayolah, Nakajou-san. Sekaran-“
Dia seakan memeluk Azusa dari belakang; dia sebenarnya berusaha menegakkannya dan Isori dengan lembut memegang bahunya, ketika,
“Kei?”
Dia terbungkam dengan suara dingin yang datang dari baliknya.
“….Kanon?”
Dengan canggung, Isori menoleh menghadap tangga yang terhubung dengan ruang Komite Moral Publik. Seperti dugaan, tunangannya itu sekarang sedang berdiri di sana. Sambil tersenyum, urat sudah muncul di dahinya.
“Keeeiii-. Apa yang kau lakukannnnn?”
“Uh, umm, apa maksudmu?”
“Memeluk Nakajou-san seperti itu, memangnya apa yang kau inginkannnnn?”
Senyumannya tidak tulus, wajahnya kelihatan seperti anjing laut. Perasaan asli Kanon dapat dengan mudah dibaca.
“Ini salah paham! Ini salah paham!”
Isori terus menggelengkan kepalanya. Di sisi lain, Azusa berlari ke sudut ruangan. Daripada memikirkan Kompetisi Sembilan Sekolah bulan depan, mereka seharusnya memikirkan bagaimana caranya mengatasi pembunuh yang berdiri di hadapan mereka saat ini. Tapi bagi anggota yang lain, contohnya saja, Izumi, melihat Isori, yang terus membuat alasan, dengan raut kesal, tapi tidak jelas apa itu karena kelelahan atau syok melihat semua ini; Izumi tidak melihat layar kerjanya sama sekali, melainkan pada Miyuki, yang membaca laporan di mejanya.
Bagi Izumi, Miyuki ada pelipur laranya. Saat dia kelelahan bekerja, saat dia buntu berpikir dan saat dia gugup bukan main, hatinya akan tenang saat Miyuki ada di hadapannya. Cekcok kekasih itu membuat niat Izumi untuk bekerja berangsur-angsur menghilang. Dia diam-diam berusaha untuk mencuri pandang pada Miyuki (yang menurut Izumi) adalah caranya untuk membangkitkan niatnya.
Tepat saat itu, mungkin cuma kebetulan saja, tatapan Izumi, yang curi-curi pandang, dan Miyuki, yang mendangak, bertemu.
Untuk Izumi, yang mulai tersipu dan berusaha mencari alasan, Miyuki memberikan senyumannya dan mengedipkan matanya pada Isori dan Kanon. Dan kali ini, Miyuki memberikan raut itu pada Izummi.
Izumi sudah bertanya pada Onee-sama tercintanya, ‘Apa yang harus kita lakukan?’ dengan tatapannya. Atau setidaknya itulah yang ia rasakan. Dan Miyuki merespon dengan sedikit menggelengkan kepalanya, ‘Tidak ada yang perlu kita lakukan’ dan memberikan senyuman kecil.
Seperti rutinitas pulang sekolahnya, Tatsuya dan teman-temannya mampir ke kafe favorit mereka, Einebrise, di perjalanan pulang mereka. Grupnya terdiri dari delapan anak kelas 2 dan satu anak kelas 1, Minami. Dalam perjalanan, Izumi terlihat ingin ikut dengan mereka, tapi Kasumi, saudari kembarnya, benar-benar tidak tertarik, jadi dia langsung mengarah pulang. Minami juga lumayan tidak nyaman menjadi satu-satunya anak kelas 1 di antara mereka; namun, karena dia taat dengan tugasnya, dia tidak punya pilihan lain.
Hari ini, Mikihiko yang mengajak mereka ke kafe. Jarang sekali dia seproaktif ini, jadi rasanya seakan dirinya ingin mengatakan atau meminta sesuatu.
Dan seperti dugaan, segera setelah mereka selesai memesan, Mikihiko menghujani Tatsuya dengan pertanyaan.
“Tatsuya, apa benar perlombaan Kompetisi Sembilan Sekolah dirubah?”
“Berita itu cepat menyebar huh.”
Sulit untuk mengartikan apa maksud jawaban Tatsuya itu pujian atau sebaliknya.
“Kau dengar dari siapa?”
“Kaichou dan Isori-senpai membicarakannya.”
Mikihiko tidak membeberkan sumbernya; Shizuku lah yang menjawabnya. Mereka berdua anggota Komite Moral Publik. Sederhananya, mereka pasti menguping pembicaraan mereka berdua di markas.
“Tapi, kita tidak tahu detailnya.”
“Eh, lombanya dirubah? Apa diganti apa?”
Erika terpancing dengan penjelasan tidak penting Mikihiko.
“Sebuah pemberitahuan dikirimkan ke OSIS hari ini. Speed Shooting, Crowd Ball, dan Battle Board dihilangkan; diganti dengan Rower and Gunner, Shield Down, dan Steeplechase Cross-country.”
“Lomba seperti apa itu?”
Setelah Tatsuya memberikan penjelasan yang sama seperti yang diberikannya pada Miyuki , Erika terlihat senang dengan itu.
“Hei….. bukannya itu kedengaran seru. Terutama Shield Down.”
Kesenangan Erika terasa dari suaranya.
“Oh, benarkah…. Mereka kedengaran menakutkan bagiku.”
Melihat temannya yang bersemangat, Mizuki mengatakan hal yang sebaliknya.
“Ya….. sebelum ini, semua lomba yang mereka adakan selalu menghindari adanya pertarungan langsung antar atlet.”
“Bahkan Monolith Code juga seperti itu.”
Mungkin Miyuki memikirkan hal yang sama; dia sambil diam setuju dengan perkataan Honoka.
“Tapi kurasa Steeplechase Cross-country ini lebih berbahaya dari Shield Down.”
“Ya. Seperti yang Onii-sama katakan.”
Miyuki mengangguk setuju dengan ucapan Shizuku.
“Di hutan belantara, kalau kau tidak terbiasa ada di sana saja sudah berbahaya. Mengingat kalau rintangannya tidak hanya rintangan fisik, tapi sekaligus sihir, rasanya akan aneh kalau tidak ada yang terluka.
“Benar. Butuh pemandu yang sangat berpengalaman untuk mendaki gunung bahkan walaupun di situ sudah ada treknya. Ini terlalu berbahaya untuk melakukan lomba balap di hutan yang tak diketahui seperti itu.”
Leo dan Mikihiko menyampaikan kritikan mereka, atau bisa dibilang opini negatif mereka berdasarkan pengalaman mereka sendiri.
“Hei, Tatsuya. Aku punya perasaan kalau perlombaan yang ditambahkan tahun ini sangat berbau militer, begitu ‘kan?”
Semua di sana entah bagaimana setuju dengan perkataan Leo.
“Benar.”
Sekali lagi, dia benar-benar tidak mencoba untuk membohongi teman-temannya. Dan karena itu, semua yang Tatsuya lakukan hanya mengangguk. Tanpa menahan diri, Tatsuya menjelaskan apa yang diketahuinya sejauh ini.
“Ini mungkin efek Insiden Yokohama. Setelah insiden tahun lalu, orang-orang di Departemen Pertahanan mengakui kegunaan penyihir militer dan memilih untuk melakukan sesuatu pada pendidikan dengan cara itu.”
“Itulah kenapa aktivis-aktivis anti-penyihir di media protes.”
Erika membalas dengan senyuman jahat. Tatsuya mambalas senyuman pada ejekannya itu.
“Ya tapi yang tidak pas bukan hanya timing mereka saja. Kenapa mereka melakukan perubahan sebesar ini…. Dan, kurasa tidak perlu sampai melakukan provokasi tentang situasi internasional saat ini.”
Wajah Honoka dan Mizuki dipenuhi dengan kekhawatiran mendengar perkataan Tatsuya.
“…..Yah mau bagaimana lagi, mulai sekarang semuanya akan jadi rumit.”
Mungkin untuk merubah suasana, Tatsuya pura-pura seakan ia sudah bosan dengan topik ini. Ini sebenarnya tidak sepenuhnya pura-pura. Dengan kondisi seperti sekarang, Tatsuya tidak akan bisa melakukan hal yang disukainya sepulang sekolah sampai Kompetisi Sembilan Sekolah selesai.
◊ ◊ ◊
Murid-murid SMA 1 bukanlah satu-satunya yang terkejut dengan perubahan lomba di Kompetisi Sembilan Sekolah ini. Di mansion Keluarga Ichijou dari Sepuluh Master Clan, murid SMA 3 juga menunjukkan komplainnya dengan teman sesama SMA 3nya.
“Ini terlalu mendadak….. tidak bisa dipercaya.”
“Betul sekali.”
“Tidak peduli apapun yang mereka katakan di peraturan….. ini semua akan lebih baik kalau saja mereka mengabari kita lebih awal dengan skala perubahan yang besar, ‘kan?”
“Jelas.”
“Dan kita sudah terlanjut berlatih lomba yang dihilangkan. Kita bahkan sampai sudah menyempurkan Rangkaian Aktivasi buat lomba-lomba itu…. Semua kerja keras yang telah kita lakukan sampai sekarang adalah buang-buang waktu.”
“Benar.”
“Kita harus mengulang dari awal seleksi atlet…. Eh, Masaki, apa kau mendengarkan!?”
Mungkin merasa kalau dia cuma diberi jawaban tidak niat, Kichijouji, yang sedang menggerutu dengan pemberitahuan Komite Penyelenggaraan Kompetisi Sembilan Sekolah, menyentak Masaki.
“Aku mendengarkan. Maaf kalau aku seakan mengabaikanmu.”
Namun, sepertinya keadaan mental Masaki jauh lebih tidak tenang; nada bicaranya seperti apa yang dikatakannya.
“…..Maaf, aku terlalu melampiaskan amarahku.”
“Tidak, akulah yang salah. Jelas alasanmu untuk marah, George.”
Dan dengan itu, mereka berdua bisa melepaskan kemarahan mereka dan mendinginkan kepala. Suasana panas itu mulai menghilang, kebutuhan mereka untuk marah sudah selesai.
“Lagipula, tidak peduli mau marah seperti apapun, tidak ada yang bisa kita lakukan.”
Masaki berbicara seolah dia sedang berbicara dengan dirinya sendiri dan,
“Benar…. Pertama, kita pilih atlet-atlet. Ahh…..”
Kichijouji mengeluh selagi menerima kenyataan itu.
“Iya…. Kita harus memikirkan apa maksud semua ini, George.”
Namun, perkataan yang keluar dari mulut Masaki setelahnya terasa seperti menghibur.
“Apa maksudmu?”
Meski begitu, kecurigaan di wajah Kichijouji saat dia bertanya pada Masaki hanya semakin bertambah.
“Perlombaan yang ditambahkan semuanya punya hubungan kuat dengan pertarungan sesungguhnya. Kurasa ini lebih menguntungkan kita daripada SMA 1.”
“Aku mengerti….. SMA 1 lebih mengutamakan pencapaian tinggi dalam mendapatkan lisensi internasional, mereka tidak kelihatan menekankan teknik bertarung dan fokus dalam mengembangkan teknik praktik sihir.”
“Meski begitu, ada beberapa pengecualian seperti Sawaki, atlet bela diri sihir, dan ‘orang itu’. Tapi, kalau kita lihat murid-muridnya secara keseluruhan, kita lah yang lebih unggul dari segi teknik bertarung sihir dan sebagai atlet di Kompetisi Sembilan Sekolah kita diunggulkan.”
“Aku…. mengerti. Tapi.”
Kichijouji setuju dengan opini Masaki tapi tidak sepenuhnya.
“Hasil Kompetisi Sembilan Sekolah tidak ditentukan hanya dari kedudukan rata-rata atlet yang berpartisipasi. Hanya yang berkedudukan tinggi di kelas tunggal lah yang menentukan. Dengan aturan kompetisi seperti ini, selain Mirage Bat, atlet-atlet lain harus ikut lomba-lomba kelas tunggal dan ganda yang lain. Kuncinya adalah memutuskan siapa yang ikut tunggal dan siapa yang ganda.”
“Aku mengerti. Sekarang, ada batasan keikutsertaan. Seperti yang kau katakan, George. Bagaimana cara kita membagi atlet-atlet untuk masuk kelas tunggal dan ganda akan berdampak besar. Contohnya, kau dan aku akan menjadi pasangan yang terbaik. Tapi-”
Masaki mendadak berhenti dan melihat ke arah pintu. Tidak ada ketukan. Tapi, intuisinya tidak salah.
“Halo, Shinkurou-kun.”
Sesaat setelahnya, Akane, putri tertua Keluarga Ichijou dan adik Masaki, masuk ke kamar sambil menyapa dengan riang.
“Kau…. ketuk pintu dulu sebelum masuk ke kamarku, seperti yang s’lalu kubilang.”
Sambil mendengar ocehan kakaknya yang sudah menjadi makanan sehari-harinya, Akane membawa es teh dan sirup dari nampan di tangannya dan menaruhnya di depan Kichijouji.
“Hei, Shinkurou-kun. Bagaimana kalau segelas sirup?”
“Uh, terima kasih, Akane-chan.”
“Sama-sama. Kau tidak mau, Nii-san? Minuman dari adikmu yang masuk tanpa ngetuk ini.”
Dan Akane dengan masam melihat ke arah kakaknya sambil berbicara, orang yang diajaknya berbicara menjawab dengan wajah kesal.
“….Taruh itu.”
Mungkin tidak perlu dijelaskan lagi kalau itu cuma candaan. Akane tersenyum saat dia menyuguhkan es kopi untuk Masaki. Bisa dibilang tanpa maksud apa-apa kalau Akane adalah gadis cilik yang sopan.
Pemandangan seperti ini adalah hal biasa antara mereka berdua.
“Akane-chan, kau barusan pulang?”
Oleh karena itu, bahkan Kichijouji tidak memerdulikan hal itu. Apa yang dipermasalahkannya adalah pakaian Akane.
“Ya, benar.”
Dia dengan polos mengangguk. Akane sadar dan wajahnya menunjukkan ekspresi seolah dirinya berkata ‘ah’.
“Aku mengerti. Ini pertama kalinya kau melihatku pakai seragam musim panas.’
Nampannya sekarang kosong, Akane berputar. Rok berlipat dan kerah pelaut yang dijahit dari kain tipis untuk musim panas berputar.
“Jadi? Apa cocok denganku?”
Senyuman malu-malu Akane secara mengejutkan tampak cukup ‘feminin’. Kichijouji tahu kalau adik temannya yang sudah beranjak SMP ini sudah berubah dari ‘anak-anak’ menjadi ‘gadis’. Namun, meski dia tahu itu, dia tidak menduga dengan apa yang dilihatnya ini.
“Y-Ya, itu cocok denganmu.”
“Benarkah, senang sekali mendengarnya, terima kasih.”
Pujian datar yang datang dari Kichijouji membuat Akane sangat bahagia dan dia tersenyum kecil. Setengah tahun yang lalu, dia pasti akan bertepuk tangan bahagia di kondisi seperti ini. Bahkan kebiasaan kecilnya sekarang sudah berubah ‘feminin’.
Seragam sailor putih dan biru muda dengan lengan pendek yang modis. Warna tradisional dan seragam SMP yang prestisius itu membuat seorang gadis menjadi bersinar dan mata Kichijouji secara tak sadar menyipit. ….Dan tepat di sebelahnya dia merasakan sebuah tatapan penuh kekecewaan.
“George, seperti yang kubilang….”
“Kau salah!”
Kichijouji secara refleks membantah tuduhan Masaki. Kalau cuma ada mereka berdua, mungkin tidak akan ada masalah. Tapi, hal ini tidak baik dilakukan di depan orang lain.
“Hmmm….. iri, Nii-san?”
Mendengar kalau orang yang kau sukai dengan santai membantah punya rasa suka padamu pasti akan menyakitkan hati semua orang. Itu tidak terbatas usia. Itu semua karena perasaan Akane.
Namun, Akane dengan kekanak-kanakan melampiaskan amarahnya pada Masaki dan bukan Kichijouji, atau mungkin rasa sukanya itu membuatnya tidak bisa memarahi orang yang disukainya.
“Jangan ngomong hal yang bodoh.”
Siapapun itu, semuanya yang bisa Masaki lakukan hanyalah membantahnya mentah-mentah. Dia tidak menganggap serius pembicaraan ini dan Akane sendiri semakin kesal karena diperlakukan seperti anak kecil.
“Hmm, kau bilang salah paham.”
Sampai sekarang, kata-kata mereka masih di tingkat normal. Setelah ini, biasanya Akane akan bilang ‘Tidak akan kubiarkan Shinkurou-kun untuk dirimu sendiri!’ atau semacamnya dan Kichijouji akan harus menenangkan mereka berdua.
“Ayo kudengarkan.”
Namun, hari ini jalannya berbeda.
“Jadi apa?”
Akane tertawa mengejek pada bantahan Masaki.
“Kau mengundang Shinkurou-kun untuk jadi pasangan dansamu, Nii-san!”
“Apa!?”
“Eeh!?”
Hal ini tidak hanya mengejutkan Masaki tapi Kichijouji juga. Mereka berdua jelas tidak ingat pernah membicarakan hal seperti itu.
“Nii-san, bukankah kau bilang kalau dirimu dan Shinkurou-kun pasangan yang terbaik.”
“Kau, menguping-“
“Menjijikkan.”
Perkataan Masaki dipotong Akane sambil memberikan tatapan jijik pada kakaknya.
“Jelas tidak enak melihat dua laki-laki berdansa bersama.”
“Tidak. Tunggu dulu, Akane-chan! Kau salah paham. Ini salah paham!”
Dihina oleh anak SMP membuat Kichijouji mulai dengan putus asa memberikan sangkalan-sangkalan sebisanya. Yang semakin membuatnya putus asa adalah status sosialnya yang sedang dipertaruhkan di sini.
Dan di kamar sang pewaris Keluarga Ichijou, walaupun ia lah sang pemilik kamar, Masaki, hanya bisa terdiam syok, Kichijouji terus-menerus memprotes kesalahpahaman itu selama dua jam penuh.