CITY OF HARBOR, HAIFA
(Author : Rafli Sydyq)

    Langit sudah gelap disaat kami akhirnya sampai di tempat tujuan kami. Kota pelabuhan, Haifa.
Sesampainya disana, Carissa segera menyerahkan para tahanan kepada penjaga dan memberikan penjelasan. Sedangkan aku dan Shiori, setelah berpamitan dengan para pedagang kami segera menuju Guild Petualang untuk melaporkan selesainya quest dan menerima imbalan.
Dilain pihak, Masako saat ini sedang menyeret Lonel untuk mencari penginapan dan menjaganya agar dia tidak membuat kekacauan.
Pada saat semua urusan telah selesai, kami semua berkumpul di sebuah kamar di penginapan yang cukup lebar untuk menampung empat buah tempat tidur. Karena Carissa hanya disini untuk sementara, jadi tidak ada masalah dalam pembagian tempat tidur.
“Jadi, Lonel, apakah ada yang ingin kau katakan?”
Dengan suara lantang dan mengintimidasi, Carissa mempelototi Lonel yang saat ini sedang tertunduk lesu di kasurnya.
“Kenapa kau hanya diam? Cepat jawab pertanyaanku, kenapa disaat semua orang sedang mempertaruhkan nyawanya kau hanya diam seperti orang bodoh?!”
Carissa kembali membentak kepada Lonel, kali ini dengan suara yang jauh lebih keras dari sebelumnya. Menanggapi suara Carissa, Lonel akhirnya mengangkat kepalanya dan bicara dengan suara lesu.
“Maaf”
“Kenapa kau meminta maaf”
“Maaf, saat itu aku sangat terkejut dan tidak tau harus berbuat apa”
“Alasanmu sama sekali tidak bisa diterima! Sebagai seorang pemimpin, seharusnya kau bisa bertindak cepat dalam menghadapi segala situasi dan bukannya diam seperti orang bodoh dan membiarkan orang asing untuk mengambil alih posisimu!”
Dia benar, jika saja Carissa tidak ada disana maka kami tidak tau harus berbuat apa. Yang terburuk, bisa saja ada pedagang yang terluka atau kehilangan nyawanya dan membuat quest kami gagal. Kami para Pemain bisa saja bangkit kembali, tapi untuk para NPC...
“Tapi, tapi mau bagaimana lagi. Mana mungkin aku bisa mengabaikan anak kecil yang pingsan di tengah jalan...”
“Kau bodoh! Jika saja kau bisa berpikir sebentar maka kau akan merasakan adanya keganjilan. Ditempat pertama, jika anak itu benar-benar orang yang sedang kesusahan, maka dia pasti akan pingsan di pinggir jalan dan bukannya ditengah-tengah jalan yang akan menghalangi kereta untuk lewat!”
Itu memang benar. Jika anak itu benar-benar sedang berjalan untuk mencari pertolongan, maka dia pasti akan pingsan di pinggir jalan.
“Tapi, mereka melakukan itu karena terpaksa dan...”
“Terpaksa atau tidak, itu sama sekali tidak mengubah fakta kalau mereka telah membuat dirimu dan Kenzo terluka. Dan itu masih bisa dibilang beruntung, jika situasi menjadi lebih buruk, bisa saja ada yang meninggal. Bagi kita yang seorang Pemain bisa hidup kembali di ‘Altar of Light’ sedangkan untuk NPC ini adalah satu-satunya kehidupan mereka”
“Oh ayolah, bisakah kau berhenti meneriakiku seperti itu, lagipula ini hanya sekedar game, tidak perlu untuk...”
“Game atau bukan tidaklah mengubah fakta apa yang telah kau lakukan. Lalu, game ini bukanlah game dimana semuanya akan berjalan sesuai dengan keinginanmu. Sekali kau melakukan kesalahan, tidak ada kata restart. Semua akan berjalan sesuai apa yang akan terjadi. Mengerti!”
“Ya, aku mengerti”
“Bagus, karena aku telah menerima bagianku, maka sekarang aku akan pergi. Masako, pastikan kau menjaga bocah ini dengan benar”
“Tentu saja”
Mengatakan itu, Carissa segera berbalik dan pergi meninggalkan ruangan.
Suasana menjadi senyap dan udara menjadi terasa sangat berat.
“Bagaimana kalau kita pergi tidur saja?”
“Ya, itu ide yang bagus”
“Setuju, lagipula aku sudah lelah karena perjalanan panjang”
Dengan begitu, masing-masing dari kami segera merangkak ke tempat tidur dan mencoba memejamkan mata untuk pergi ke alam mimpi.
...
    Meninggalkan kamar dimana bocah itu, aku segera pergi menuju mansion dimana keluargaku harusnya berada.
Sudah lebih dari seminggu semenjak aku terakhil kali Log Out. Seharusnya kedua orang tuaku yang katanya hendak ikut bermain sedang Log In sekarang.
“Tapi tetap saja, ada apa dengan orang itu?”
Lonel Myrddin, seorang bocah dengan rambut pirang dan wajah pas-pasan dengan kepribadian seperti anak sekolah dasar.
Meskipun dia adalah pemimpin dari Party nya, dia sama sekali tidak bisa diandalkan dalam keadaan genting. Bahkan menurutku Kenzo jauh lebih pantas untuk memimpin Party mereka.
Sambil terus menggerutu, aku terus menusuri jalan dan belok ke kanan di sebuah perempatan jalan. Dipersimpangan berikutnya aku belok kiri lalu lurus hingga akhirnya belok kanan.
Ini aneh, meskipun ini pertama kalinya aku berada di kota ini, entah mengapa aku sudah merasa akrab dengan jalan yang aku lalui.
Sembari berjalan, aku melihat-lihat etalase toko yang berjejer di sepanjang jalan. Aku kembali merasakan perasaan aneh. 
Entah mengapa aku melihat bayangan diriku sedang bercengkrama dengan pemilik toko buah yang merupakan seorang ibu-ibu. Aku juga melihat bayangan dimana aku sedang membeli jajanan dari seorang paman penjual makanan pinggir jalan.
Terlebih lagi, yang bayangan yang kulihat bukanlah diriku yang sekarang melainkan diriku yang jauh lebih muda. Mungkin sekitar 12 atau 14 tahun. Terus aku juga bisa melihat versi kakak yang jauh lebih muda juga ikut berbelanja sambil bergandengan tangan denganku.
Sambil terus memikirkan apa arti dari semua ini, tanpa sadar aku sudah sampai di depan sebuah mansion yang memiliki dua buah lantai dan dindingnya terbuat dari batu bata.
Mansion itu dikelelilingi oleh pagar besi dan ada dua orang penjaga yang dengan tegap terus berdiri di depan gerbang meski hari sudah malam. Perlahan, aku berjalan mendekat.
“Tunggu siapa disana!”
Kedua penjaga itu segera mengarahkan tombak mereka ke arahku. Salah satu dari mereka mengangkat lentera dan cahaya dari lentera itu menyinari wajahku.
Meskipun cukup silau, dengan percaya diri aku tetap memasang wajah tegas dan mempelototi kedua penjaga tadi.
“Apa? Apakah kalian tidak mengenaliku?”
“Oh?! Maaf nona Carissa. Kami mohon maaf atas kelancangan kami”
Kedua penjaga itu segera menurunkan tombak mereka dan menundukan kepala mereka untuk meminta maaf.
“Yah, tidak masalah. Yang lebih penting, apakah Ayah dan Ibu ada dirumah?”
“Ya, tuan dan nyonya saat ini sedang ada dirumah”
“Hmm, baguslah”
Tanpa memperdulikan kedua penjaga itu, aku segera berjalan santai melewati gerbang. Disaat aku sudah agak jauh, kedua penjaga tadi mulai saling berbisik dengan suara pelan. Tapi, dengan skill [Improve Hearing] milikku, aku masih bisa mendengar percakapan mereka.
“Tidak kusangka kalau nona Carissa akan kembali sendirian”
“Iya, aku penasaran apa yang terjadi pada nona Sherina”
“Mungkinkah nona Sherina tetap menolak perjodohan itu dan mengirim adiknya untuk menggantikannya?”
“Aku tidak tau, lagipula aku mendengar rumor kalau nona Sherina telah kawin lari dengan seorang Petualang”
Hah? Perjodohan? Ini baru pertama kalinya aku mendengarnya. Terlebih lagi tampaknya aku dan kakak pada awalnya memang kabur dari rumah seperti yang kulihat di kilas balik saat aku pertama kalo Log In.
Terserahlah, itu sudah tidak penting lagi. Lagipula kakak sekarang sudah menikah dan hal seperti perjodohan itu sudah menjadi tidak penting lagi.
Sembari mengabaikan kedua penjaga itu, aku terus berjalan hingga sampai di sebuah pintu ganda yang cukup lebar untuk dilalui oleh empat orang secara bersamaan.
Dengan penuh percaya diri aku membuka lebar pintu yang ada dihadapanku. Hal pertama yang menyambutku adalah seorang Maid tua dengan rambut yang sudah memutih berdiri di pintu depan.
“Selamat datang nona Carissa”
“Aku pulang, lalu, dimana Ayah dan Ibu?”
“Tuan dan nyonya saat ini ada di ruang tamu. Mari saya antar”
“Terima kasih”
Maid itu segera memanduku menuju ruang tamu yang hanya berjarak sekitar 20 langkah dari pintu masuk.
Disaat aku sudah sampai di ruang tamu, aku bisa melihat sosok seorang pria yang sudah cukup berumur bersama seorang wanita dengan gaun yang terbilang cukup mewah sedang menikmati teh bersama. 
Hanya untuk memastikan, aku menggunakan [Identify] pada mereka berdua. Berkat itu, aku bisa mengetahui kalau mereka adalah Pemain. Yang hanya berarti satu hal.
“Ayah, Ibu aku pulang”
“Ohh... putriku selamat datang”
Aku segera melompat kedalam pelukan Ibuku. Aku segera merasakan sensasi hangat dan nyaman dari seorang Ibu. Aroma tubuh Ibu yang sangat wangi membuatku terasa nostalgia. 
Berada di dalam dekapan seorang Ibu memang yang terbaik mau itu di game maupun di dunia nyata.
Segera setelah mengantarkanku, Maid tadi segera pamit dan keluar dari ruangan. Melihat ini aku akhirnya bisa bebas berbincang dengan Ayah dan Ibu.
“Ayah, Ibu, ini benar-benar kalian bukan?”
“Tentu saja sayang, memangnya kau tidak bisa mengenali orangtuamu sendiri?”
“Wah... itu hebat. Bagaimana kalian bisa Log In menggunakan karakter ini?”
“Itu rahasia”
Dengan ekspresi nakal, ibu sama sekali tidak mau memberitahukan bagaimana mereka bisa mereka masuk sebagai kedua orangtuaku. Sungguh, aku sangat penasaran tentang itu.
“Oh iya, Carissa dimana kakakmu?”
“Itu dia bu, sampai saat ini aku masih belum bisa bertemu dengan kakak. Tampaknya kakak masih bersama dengan pria sialan itu”
“Carissa, tidak boleh berbicara seperti itu. Lagipula dia sudah menjadi kakak iparmu jadi bersikaplah baik saat kau bertemu dengannya. Oke”
“Tapi bu...”
“Sekali tidak tetap tidak, dan hal itu juga berlaku untukmu sayang”
Ibu seketika mengalihkan pandangannya kepada Ayah yang saat ini sedang menyeduh teh. Menerima tatapan dari Ibu, Ayah hanya bisa memasang ekspresi seolah berkata “Eh, aku juga?”
“Sayang, terima atau tidak salah satu putrimu telah bersuami dan kau harus menerimanya. Dan saat Sherina mengenalkan dia padamu, kau harus bersikap sopan. Mengerti?”
“Aku tidak janji”
Mengatakan itu, Ayah kembali menyeruput teh yang ada dihadapannya. 
“Lalu, Carissa bisakah kau menceritakan kepada kami apa saja Petualangan yang telah kau lakukan?”
“Oh, tentu saja. Jadi begini...”
Aku lalu bercerita panjang lebar mengenai semua yang telah aku lalui di dalam game ini. Baik saat aku masih bersama kakak, saat aku berpisah dengannya, sampai terakhir saat aku berpetualang bersama dengan bocah itu dan teman-temannya.
Aku terus bercerita dengan penuh semangat sampai larut malam. Sedangkan Ayah dan Ibu dengan setia terus mendengarkan ceritaku dengan penuh perhatian.
Wahai kakakku, andai saja kau disini maka semua akan terasa jauh lebih menyenangkan.