WHEN THE BOYS KNOWS THE CRUELTY OF THE WORLD
(Author : Rafli Sydyq)

    Namaku Kenzo Arnius. Sudah lebih dari satu bulan sejak pertama kali aku bermain game A.S.O. Berawal dari ajakan seorang teman, entah bagaimana aku menjadi menikmati game ini.
Setelah Log In untuk yang kedua kalinya, saat ini aku sedang menjalankan sebuah quest untuk mengawal rombongan pedagang untuk mencapai kota pelabuhan Haifa.
Aku tidak sendiri, aku ditemani oleh teman-teman yang selalu menemaniku. Pertama, ada seorang yang selalu optimis, Lonel. Lalu, ada seorang gadis yang selalu mendampinginya kemanapun dia pergi, Masako. Dan seorang gadis yang juga sudah berteman sejak kami masih kecil, Shiori. Tentu saja, itu semua adalah nama di dalam game dan bukan nama asli mereka.
Oh iya, hari ini juga ada satu lagi orang yang menemani kami dalam menjalankan quest kali ini. Dia adalah seorang gadis seumuran kami dengan rambut dan mata berwarna keemasan. Namanya adalah Carissa.
Alasan dia ikut bersama kami adalah karena orangtuanya yang juga ikut bermain sekarang berada di kota Haifa dan dia ingin mengunjugi mereka. Sungguh jarang ada orangtua yang ikut bermain game yang sama yang dimainkan oleh anak mereka.
“Sungguh pemandangan yang sangat indah”
“Benar, ini sangat jauh berbeda dengan taman yang dulu pernah aku kunjungi”
“Sebanyak apapun aku merasakannya, tetap saja alam bebas yang terbaik”
Mau bagaimana lagi, di dunia nyata aku hanya pernah mengunjungi taman buatan sekali dan pemandangan yang kulihat disana dengan yang satu ini sungguh jauh berbeda.
Kalau saja aku tidak bermain game ini, maka aku tidak akan pernah mengetahui kalau ada pohon sebanyak ini di satu tempat dan udara bebas bisa terasa sejuk seperti ini.
“Lalu, Carissa, apa kau tau alasan orangtuamu ikut bermain? Apakah mereka tidak punya pekerjaan untuk dilakukan?”
“Hei Lonel, itu tidak sopan”
Lonel yang mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dia katakan berakhir dengan Masako yang menegurnya. Lonel yang tampak baru menyadari apa kesalahannya, segera meminta maaf kepada Carissa.
“Ah tidak apa-apa, aku sama sekali tidak keberatan”
“Benarkah? Tapi tetap saja...”
“Sudah kubilang aku tidak keberatan”
Dengan begitu, Carissa menceritakan kepada kami alasan kenapa orangtuanya juga ikut bermain. Juga, dia menambahkan kalau dia juga sedang mencari kakaknya yang pergi meninggalkannya untuk berpetualang.
Tampaknya, kakaknya pergi bersama dengan seorang Pemain lain dan juga mereka tampaknya saling jatuh hati dan menikah.
“Eh!? Kau bisa menikah di dalam game?”
“Tentu saja, memangnya kau tidak tau yah”
“Mmn... aku baru pertama kali mendengarnya”
Masako yang mendengar kalau kau bisa menikah di dalam game, memiliki mata yang berbinar. Dia sekarang menatap Lonel dengan penuh harap. Tapi sayang, seperti biasa Lonel tampak sama sekali tidak mengerti apa maksud sebenarnya dari tatapan Masako.
“Sungguh kawan, bisakah kau peka sedikit? Dia sudah memberikan seribu tanda semenjak kita masih sekolah dasar dan kau masih belum sadar juga?”
“Eh, kau serius?”
“Lihat, bahkan Carissa yang baru saja bergabung sudah menyadarinya”
Sambil memperhatikan kisah romansa temanku yang tampak konyol, kami terus duduk diam di dalam kereta yang melaju sambil berbincang santai dan menikmati pemandangan yang tidak mungkin kami rasakan di dunia nyata.
...
    Sudah dua hari semenjak kami mengambil quest pengawalan menuju kota Haifa. Jika ini berjalan lancar, maka kita akan sampai saat matahari terbenam. Yah, jika berjalan lancar.
Ditengah perjalanan kami berhenti karena suatu kejadian. Dihadapan kami terdapat sosok seorang anak yang terbaring lemas tak berdaya ditengah jalan.
Anak itu terlihat kurus dan hanya mengenakan selembar kain yang tampak usang. Melihat ini, aku tidak merasakan sedikitpun rasa kasihan. Hal itu dikarenakan aku merasa seperti ada sesuatu yang salah disini.
Melihat kesamping, aku bisa melihat Carissa dan Shiori memperhatikan sekeliling dengan seksama. Tampaknya mereka juga merasakan hal yang sama denganku. Akan tetapi, ada satu orang yang sama sekali tidak punya rasa waspada.
Lonel yang setelah melihat anak itu segera turun dari kereta sambil mengindahkan peringatan yang diberikan oleh salah satu pedagang dan bergegas menuju tempat anak itu berada. Dia sampai dalam sekejap dan memeriksa keadaan anak itu. 
“Masako cepat kesini!”
“Baik...”
“Jangan,  ini jebakan”
Carissa dengan sigap mencengkram bahu Masako dan menghentikannya untuk mendekati anak itu. Tidak lupa, dia juga meminta Masako dan Shiori untuk tetap di kereta sambil menjaga para pedagang yang sudah mulai mengambil posisi untuk berlindung.
“Hei, apa yang kalian tunggu! Jika kita tidak cepat maka...”
Belum sempat Lonel menyelesaikan kalimatnya, anak itu tiba-tiba saja menusukkan sebuah belati di bahu Lonel dan tepat menusuk di celah armornya.
“APA...!”
Lonel yang terkejut segera melompat menjauh dengan belati masih tertancap di bahunya dan wajahnya dipenuhi oleh ekspresi keterkejutan dan rasa tidak percaya akan apa yang terjadi.
Tepat setelah itu, dari dalam bayang-bayang hutan muncul sekelompok orang baik pria maupun wanita dengan pakaian kumal mulai berusaha untuk mengepung kami.
Masing-masing dari mereka membawa berbagai macam peralatan kebun yang tampak usang, pisau dapur yang tampak telah tumpul, dan batang kayu biasa. Mereka menggenggam semua benda itu dengan tangan kurus mereka dan wajah mereka dipenuhi dengan keputusasaan dan kesedihan.
“Tsk... Kenzo, segera jemput Lonel dan bawa dia kemari. Setelah itu Masako akan menyembuhkan lukanya. Untuk Shiori, tetap lindungi para pedagang”
Dengan sigap Carissa memberikan kami perintah dan tidak ada satupun dari kami yang berniat membantahnya.
Aku segera bergerak maju dan menyeret Lonel yang masih terkejut ke dekat kereta. Sesampainya kami di kereta, Masako dengan sigap mencabut belati itu dari bahu Lonel dan mengobati lukanya menggunakan [Light Magic-Heal].
Sebuah cahaya terang menyelimuti tubuh Lonel dan menyembuhkan lukanya. Masih terkejut, Lonel sama sekali tidak berpindah dari posisinya dan tetap menatap kearah anak kecil tadi yang sekarang telah berdiri yang dengan tubuh gemetaran sambil menggengam sebongkah batu ditangannya yang dia ambil di pinggir jalan.
“Kenzo, kalau sudah selesai cepat bantu aku dan biarkan Shiori untuk menyerang dari jarak jauh. Jika bisa cukup lumpuhkan mereka, tapi kalau tidak berjalan baik, bunuh saja”
Sambil mengatakan itu, Carissa sudah melumpuhkan dua orang dengan memukulkan gagang belatinya dan menendang perut orang berikutnya.
Melihat itu, aku segera mengangkat pedangku tanpa melepaskannya dari sarungnya. Aku lalu bersiap menghadapi dua orang yang ada dihadapanku.
Mereka adalah sepasang orang tua yang sudah berumur. Kulit mereka yang sudah keriput tampak sangat menyedihkan dengan banyaknya kotoran yang menutupi tubuh mereka. Mereka berdua hanya bersenjatakan tongkat kayu biasa yang bisa kau temui dimanapun.
Wajah mereka tampak ketakutan dan mengatakan kalau mereka sebenarnya tidak mau melakukan hal ini. Akan tetapi, mereka masih harus tetap melakukannya.
“Haaaa...!”
Dengan teriakan putus asa, mereka menyerbu kearahku dengan mengangkat tongkat mereka. Gerakan mereka tampak sangat berantakan dan lebih seperti anak kecil yang sedang bermain.
Mau tidak mau aku menanggapi mereka dengan memukulkan pedangku yang masih disarungkan tepat di tengkorak mereka. Menerima seranganku, kedua orang tua itu segera tersungkur di tanah tidak sadarkan diri.
Shiori dengan Black Magicnya merapalkan mantra [Black Magic-Sleep] yang membuat beberapa orang tertidur. Bagi yang tidak, harus rela tubuhnya terjerat oleh tali bayangan dari  [Black Magic-Shadow Bind] yang mengekang pergerakan mereka.
Setelah itu, aku kembali berhadapan dengan tiga orang lagi. Kali ini mereka terdiri dari dua pria paruh baya yang bersenjatakan tongkat kayu dan sebilah kapak, dan seorang ibu-ibu yang bersenjatakan pisau dapur.
Aku kembali mengalahkan mereka dengan memukulkan pedangku yang masih disarungkan tepat di tengkorak mereka. Mereka lalu pingsan di tanah tanpa ada tanda untuk sadar dalam waktu dekat.
“Ouch”
Tiba-tiba saja ada sebongkah batu yang mengenai kepalaku. Meskipun sakit, ini masih dalam tahap yang bisa aku tahan.
Sebuah batu kembali melayang kearahku, kali ini aku bisa menangkisnya dengan pedangku. Melihat kearah batu ini berasal, aku bisa melihat anak yang tadi pura-pura pingsan.
Dikedua tangannya, dia menggenggam bongkahan batu dengan gemetar. Wajahnya tampak akan menangis. Melihat ini, hatiku terasa sakit dan membuatku menurunkan pedangku.
Akan tetapi, tindakanku berakibat fatal. Seketika aku merasakan sensasi terbakar tepat di bahuku. Menengok kebelakang, aku mendapati sesosok wanita tua yang menusukkan sebuah pisau yang menancap tepat di bahu kiriku dengan wajah yang menunjukkan kemarahan.
“Sialan”
Secara refleks aku menyikut kepala wanita tua itu dengan kuat menggunakan sikutku. Seranganku tepat mengenai pelipis matanya dan membuat wanita tua itu jatuh terhuyung-huyung ketanah.
Sambil melihat wanita tua itu yang telah tersungkur, aku mencabut pisau yang sedang menancap di bahuku dengan sekuat tenaga. Seketika aku merasakan rasa sakit seperti terbakar menjalar keseluruh tubuhku. Aliran darah segar mengalir dari luka yang terbuka. Sungguh, ini adalah detil yang tidak perlu dalam sebuah game.
Seketika sebuah cahaya menyelimuti tubuhku. Perlahan, aku merasakan luka ku sedikit menutup dan darah telah berhenti mengalir. Ini pasti adalah [Light Magic-Heal] milik Masako, aku harus berterima kasih padanya nanti.
“Ouch”
Sekali lagi, bongkahan batu melayang dan mengenai di bagian samping tubuhku. Meskipun tidak terasa sakit karena diredam oleh armorku, tetap saja ini mengejutkanku.
Mengalihkan pandanganku, aku kembali melihat anak kecil tadi dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya terus menerus melemparkan bongkahan batu kearahku. Aku terus menangkis semua serangan putus asa yang dilakukan anak itu hingga dia tiba-tiba saja ambruk ketanah dengan sendirinya.
Sudah dipastikan ini adalah [Black Magic-Sleep] milik Shiori. Mungkin dia melihat perjuangan putus asa yang dilakukan anak ini hingga membuatnya harus melumpuhkan anak ini dengan sihir tidur agar tidak melukainya.
Aku sangat tertolong tentang itu. Sungguh, karena tidak mungkin bagiku untuk menyerang anak kecil.
Beberapa waktu telah berlalu dan kami akhirnya berhasil melumpuhkan mereka semua tanpa adanya korban jiwa.
Kami mengikat mereka semua supaya tidak ada yang mencoba untuk kabur. Total ada 22 dari mereka.
“Sekarang, salah satu dari kalian cepat jelaskan kepadaku kenapa kalian melakukan hal ini?”
Dengan suara tegas, Carissa menanyakan kepada orang-orang itu kenapa mereka menyerang orang di tengah jalan. Salah satu diantara mereka mulai berbicara dan menjelaskan maksud dari semua tindakan mereka.
Dari penjelasannya, diketahui kalau mereka semua berasal dari satu desa di Selatan yang telah hancur diserang oleh Makhluk Buas. Dari semua penduduk desa, hanya mereka yang selamat.
Setelah itu, mereka terus berpergian untuk mencari bantuan tapi masih tidak menemukan satupun. Ditengah jalan mereka kehabisan persediaan makanan maupun uang. Akibatnya, mereka menderita kelaparan dan terpaksa untuk merampok orang yang lewat.
Sungguh, ada apa dengan semua ini? Apakah ini pertanda sebuah event? Jika iya, maka ini terlalu berlebihan untuk menjadi sekedar event biasa. Pasti ada sesuatu yang lebih tentang ini.
“Kurang lebih aku paham situasi kalian. Akan tetapi, aku masih akan membawa kalian ke pihak berwajib dan biarkan mereka yang mengambil keputusan”
Dengan lantang, Carissa menyuarakan keputusannya. Dan menurutku itu sudah tepat. Apa yang mereka lakukan tetaplah salah apapun alasan yang mereka berikan. Menyerahkan mereka ke pihak yang berwajib menjadi langkah yang paling aman ketimbang main hakim sendiri.
“Tunggu sebentar!”
Lonel yang sedari tadi masih linglung tiba-tiba saja berteriak keras kepada Carissa.
“Tidak bisakah kau hanya melepaskan mereka?”
“Hah? Kenapa aku harus melakukan itu?”
“Tidak bisakah kau lihat keadaan mereka? Mereka hanya sedang terpojok dan terpaksa melakukan tindak kejahatan”
“Maaf, itu tidak mungkin. Tidak peduli apa alasan yang mereka buat, sekali kriminal tetap kriminal”
“Tapi tidak kah kau kasihan melihat keadaan mereka?”
“Rasa kasihan itu telah membuat dirimu sendiri dan temanmu terluka. Dan bukankah wajar untuk menyerahkan kriminal ke pihak yang berwenang untuk diadili?”
“Ya, tapi...”
“Tidak ada tapi-tapian. Lagipula, jika kita melepaskan mereka, mereka hanya akan kembali merampok orang. Dan kali berikutnya mungkin tidak akan berakhir hanya dengan ada orang yang terluka”
“Itu...”
“Sudahlah Lonel, keputusan Carissa sudah tepat, sama sekali tidak ada yang salah”
Melihat Lonel yang bersikeras, mau tidak mau Masako terpaksa menarik bahu Lonel dan mulai menceramahinya.
“Tapi kan...”
“Lonel, kau yang sedari tadi hanya diam saja tidak berhak untuk mengomentari orang yang telah berjuang mempertaruhkan nyawanya di garis depan!”
“...”
Lonel yang sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi segera dibawa menjauh oleh Masako yang terus menceramahinya sepanjang jalan.
Dengan begitu, para tahanan akan diletakkan di bagian belakang kereta yang dikosongkan dan diikat dengan kencang agar mereka tidak bisa kabur.
Disepanjang jalan Masako terus menerus menjejali kepala Lonel dengan bom ceramah miliknya. Sedangkan aku dan Carissa saling bergantian untuk menjaga tahanan sedangkan Shiori sedari tadi sibuk membaca buku dan tidak peduli dengan apa yang baru saja terjadi.