AKAN BAGAIMANA SEGALANYA DIMULAI DENGAN LANGKAH PERTAMA 
(Translator : Zerard)

Mereka bilang penjelajahan dungeon, tapi ini cuma sekedar memetakan tambang tua. Kemungkinan nggak ada monster di sana. Gimana kalau kita langsung saja?”
“Tunggu, sebentar.” Sang warrior muda mencetus, dan dia menyesalai telah membuka mulutnya terlalu cepat.
 Mereka berada di Guild Petualang, sedikit terlambat, setelah hampir semua quest telah di ambil. Matahari menyinari miring melintasi jendela, menunjukkan semua debu yang terpicu oleh para petualang. Guild telah berusaha keras untuk membuat tempat ini bersih, namun dengan begitu banyaknya pengunjung menggunakan sepatu, maka sangatlahnsulit untuk memenangkan pertarungan ini.
Sang warrior dapat mencium debu di udara dengan setiap napas yang di tarik. “...Maksudku, uh... Kamu tahulah,” dia berkata, menggaruk kepalanya. Tampaknya dia berusaha untuk mencari alasan atau sesuatu.
Empat pasang mata menatap kosong kembali kepadanya (atau mungkin, sedang berpikir tentang apa yang pria itu pikirkan). Sebuah pengelihatan sekilas menunjukkan bahwa mereka semua sedikit kurang berpengalaman di bandingkan warrior itu—bahkan, mereka tampak seperti baru saja tiba di Guild hari ini. Perlengkapan mereka murahan namun tidak ternoda, benar-benar baru. Dan mata mereka berbinar.
Sang gadis yang berdiri di depan grup, rambut panjang silver terikat kepang ekor kuda, tampak yang paling bersemangat. Dia adalah manusia, tinggi, tubuh indah, dengan kaki panjang dan otot yang terbentuk menunjukkan bahwa dia adalah martial artist.
Namun matanya—mata itu terlalu mengingatkan sang warrior pada seseorang, dan sang warrior muda hampir tidak dapat mengutarakan kata dari mulutnya.
“Mereka... Mereka nggak tahu apa ada monster di sana. Itulah kenapa mereka membutuhkan seseorang untuk menyelidiki kan?” Dia menelan liur, dan menambahkan, “Sergapan itu selalu sebuah kemungkinan. Lebih baik untuk berhati-hati.”
“Huh? Oh, uh, benar, kamu benar.” Tersipu, sang martial srtist berambut silver berputar pada rekannya. Sangatlah jelas bahwa ide itu sama sekali tidak terlintas pada mereka. Sang warrior dapat melihat bahwa tidak satupun dari pria dan wanita itu menggunakam helm atau bahkan membawa perisai.
Dan mereka akan pergi keluar dan menjadi petualang.
Adalah karena dirinya sendiri telah berpetualang beberapa kali hingga membuatnya menjadi mengerti. Dia pernah begitu tidak berdaya, tidak dewasa, begitu bodoh. Dia telah melihat dampak perbedaan besar hanya dari beberapa jam pengalaman berpetualang.
Mereka tidak mengetahui. Tidak menyadari bahaya macam apa yang berkeliaran di sana. Yang mereka miliki hanyalah kepercayaan bahwa mereka akan dapat menerobos situasi apapun dengan tenaga mereka sendiri.
“Apa yang akan kita lakukan...?”
“Kita nggak bisa menolak ini. Kita hampir nggak punya uang.”
“Itulah kenapa aku bilang kita harus mempertimbangkan untuk pergi ke saluran air...”
“Dan seberapa lama kita harus di bawah sana untuk mencukupi empat orang?”
Cetusan sang pemula tampaknya tidak akan mencapai titikmapapun. Hanya dari mendengarkan perdebatan mereka, sang warrior merasa yakin bahwa grup ini akan mati di suatu tempat.
Akan sangat mudah untuk menunjuk dan tertawa. Tidak seorangpun yang akan menyalahkan dia untuk berpaling dan melupakan mereka. Mereka sama sekali tidak ada sangkut paut dengan dirinya.
Petualang harus bertanggung jawab atas diri mereka sendiri. Tidak ada seorangpun yang memberi tahu mereka cara untuk hidup, namun sebagai gantinya tidak ada seorangpun di sana yang akan menolong mereka ketika mereka mati.
Satu-satunya rasa simpati akan kehidupan mereka adalah dari Guild yang memberikan mereka status sosial. Di bandingkan dengan di buang ke alam liar tanpa apapun...
Aku juga sama saja kan?
Tidak lama kemudian, sang warrior muda menghela. Ketika dia memulai menjadi petualang, dia tidaklah berbeda dengan anak-anak ini—bahkan sekarang, dia masih dapat tergolong sebagai pemula. Dalam persepektif itu, sangatlah memalukan untuk menganggap remeh mereka.
Kalau aku akan merasa kesal dengan ini, lebih baik dari awal aku nggak berbicara dengan mereka.
Dia menggaruk kepalanya kembali dan memutar sepatunya seolah akan pergi. Dia telah berencana untuk melakukan quest mudah dan santai untuk siang ini...
“U-um!”
Sebuah suara menghentikan langkahnya. Dia berputar, dan mendapati sebuah tatapan yang begitu tulus.
Sang gadis berambut silver menundukkan kepalanya, membuat kepang ekor kudanya berayun.
“Maaf sudah merepotkan. Dan terima kasih banyak atas sarannya!”
Sebenarnya tujuanku bukan itu sih.
Sang gadis berlari kembali kepada temannya, rambut silvernya mengikuti bagaikan ekor.
Sang warrior muda menghela kembali.
Bersedih selamanya nggak akan mengubah apapun...kurasa.
“...Kamu bilang tadi mau memetakan tambang tua?” Sang warrior mulai berjalan mengarah psra petualang hijau itu. Dia berpikir untuk membantu mereka membuat keputusan yang bagus seraya membiarkan mereka mencari jalan mereka sendiri...