PEMILIHAN KETUA DAN SI RATU
(Part 3)
(Translater : Fulcrum)

Ini sudah akhir bulan September.
Hari-hari panasnya musim panas yang intens sudah berlalu dan hari-hari penuh angin musim gugur mulai datang.
“Meski begitu, aku juga merasa aneh melihat betapa damainya suasana sekolah ini”
“Apanya?” tanya Mayumi, memiringkan kepalanya dan menyipitkan matanya pada Tatsuya.
“Pemilihan Ketua OSIS.”
Akhirnya, Pertemuan Siswa akan diadakan besok, bersamaan dengan pemilihan Ketua OSIS; meski begitu, dia tidak terlihat sentimental tentang itu.
Walau begitu, sepertinya pemilihan Ketua OSIS tidak memiliki acara-acara seperti lomba debat atau kontes popularitas.
“…….Yah, ini memang pemilihan Ketua OSIS. Mungkin tidak ada yang perlu dibesar-besarkan, tapi…..”
Dia tidak membantah kalau itu adalah posisi terhormat yang akan meningkatkan riwayat seorang murid. Itu bukan hal yang pantas dibesar-besarkan, ya ‘kan?
Selain apa yang dikatakannya, dia tahu alasan lain yang membuat pemilihan ini tidak terlalu penting.
Pemilihan yang hanya untuk satu kandidat ini bukanlah sesuatu yang penting.
Terlebih lagi, mustahil untuk mendapatkan nol suara.
Alasannya bukan karena posisi Ketua OSIS tidak menarik ketertarikan semua orang.
Kalau kau melihatnya dari perspektif umum, posisi Ketua OSIS bukan cuma sebatas kepala organisasi SMA.
Kekuatan dan pengaruh yang ada tidak terbatas cuma kehormatan semata.
Di bagian ini, tidak banyak perbedaan jadi Ketua OSIS SMA sains dan SMA seni.
Namun, tingkat ‘kehormatan’nya berbeda.
Itu sudah jelas; kalau dipikir perlahan, semuanya masuk akal.
Itu karena ini SMA Sihir, SMA yang berafiliasi dengan Universitas Sihir Nasional, hanya ada sembilan di seluruh Jepang.
Jumlah SMA di Jepang bukan cuma sembilan, tapi SMA Sihir, satu-satunya tempat untuk menimba ilmu sihir, hanya ada sembilan.
Bahkan jika jumlahnya ditambah, jumlah guru yang dibutuhkan tidak akan bisa terpenuhi.
Setiap tahun, hanya sembilan orang yang berkesempatan merasakan seperti apa rasanya jadi penyihir yang dihormati sebagai Ketua OSIS suatu SMA Sihir.
Titel itu, terbatas hanya untuk penyihir elit, tidak berlebihan kalau menyebut, dengan mendapatnya titel itu, itu adalah momen perubah hidup.
Meski tidak resmi, itu bisa dibilang setara kehormatan kelas tiga.
Tentu saja, orang yang berdiri di puncak dunia sihir, pasti orang kelas satu atau dua; tidak ada pengecualian. Tapi, di tingkat SMA, bisa mendapat kehormatan seperti itu, tidaklah heran jika sampai membuat mata semua orang berbinar-binar.
Faktanya, bukan hanya beberapa murid saja yang berkeinginan menjadi Ketua OSIS, tapi ada banyak.
Jadi, kenapa hanya ada kandidat tunggal?
Itu, sebenarnya, akibat pengaruh orang-orang yang ada.
Tatsuya baru saja, menaruh tatapannya di Ketua OSIS sekarang yang memiringkan kepala berwajah tak berdosanya menanggapi pertanyaannya.
Wajah macam apa yang dibuatnya jika ada orang yang mempropagandakan untuk menentang pemilihan itu?
Mungkin, dia akan memasang senyuman.
Cukup untuk itu, imajinasi itu jelas menghasilkan kemungkinan yang menakutkan.
“Hmm, sayangnya, kali ini hanya A-chan… tapi pada dasarnya, sebelum pemilihan, akan ada pidato kampanye. Apa menurutmu itu akan cukup untuk meningkatkan ketertarikan semua orang, besok?”
Dengan hanya adanya satu kandidat, tidak cocok rasanya diadakan pidato, tapi Tatsuya tidak punya kebiasaan memermasalahkan hal-hal seperti itu.
Pandangannya tertuju ke pojok ruangan. Ini masih siang. Wajah Azusa memeriksa dokumen dan suara gumaman kecil dapat terdengar datang darinya.
Dia tidak menggunakan terminalnya; dia sedang membaca dokumen kertas. Dia sebenarnya terlihat seperti memiliki semangat juang seorang kandidat.
Omong-omong, ‘hadiah’ perangkat terbang yang dijanjikannya sudah diberikan saat ia mengumumkan pencalonannya.
Orang sepertinya akan lebih bersemangat setelah diberi hadiah di muka, daripada diberi saat sudah berhasil.
Dan karena itu, seperti yang diharapkannya, Azusa menjadi budak rasa takut. Meski dia tidak punya lawan, dia memacu terus dirinya “Aku harus menang, aku harus menang”.
Mungkin, bahkan setelah pidato, ketegangan ini tidak akan hilang darinya.
Tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.
“Tidak peduli apapun yang dipikirkan, masalah utamanya hanya pada Pertemuan Siswa saja, bukan?”
Tidak mungkin Suzune bisa mendengar pemikirannya, tapi ia bisa menyuarakan apa yang mengganjal di pikirannya. Suzune sedang mengamati layar teminal desktopnya untuk beberapa saat (sepertinya ia tidak makan siang hari ini). Matanya naik-turun, mungkin karena membaca tulisan berulang-ulang, memeriksa semuanya.
“Pertemuan Siswa di musim semi cukup merepotkan. Kita tidak ingin hal yang sama terjadi lagi, sekarang.”
Mari mengatakan itu sambil menutup kotak bentonya.
“Aku jelas tidak ingin mengulangi hal itu lagi.”
Mayumi menjawabnya, juga, sambil bersih-bersih.
“Aku agak khawatir akan kemungkinan pecahnya keributan, tapi itu mungkin tidak akan terjadi.”
Saat semua orang menyiapkan teh mereka, Miyuki berbicara dengan senyuman di wajahnya dan seperti orang bercanda. Saat itu,
“Serangan kejutan? Yah, semua murid di sekolah kita sepertinya tahu untuk tidak mencari masalah dengan perempuan itu.”
Mari menyela.
“Wow, tunggu dulu. Bukannya agak kasar memanggil seorang gadis dengan ‘perempuan itu’?”
Sebuah senyuman yang jelas berkata “Itu cuma bercanda” terlukis di wajah Mayumi dan bisa dilihat Tatsuya saat dia mengatakannya. Tidak ada musuh yang berani menantangnya di pertarungan sihir, setidaknya tidak ada yang cukup kuat untuk melakukan serangan kejutan. Mayumi percaya akan itu.
“Aku mengerti….. kurasa tidak ada salahnya untuk melakukan pencegahan.”
Namun, jawaban Tatsuya sedikit berbeda arah dari yang diduganya.
“Uh?”
“Karena Ketua OSIS adalah seorang gadis, dan lagi gadis yang cantik.”
“Be-benarkah?”
Sebagai orang yang lebih tua, Mayumi mencoba menunjukkan ketenangannya tapi Tatsuya rasa dia tidak bisa melakukannya dengan baik. Keresahannya terpancar di matanya.
Sementara itu, Miyuki memberikan tatapan kesal, kuat, nan curiga pada kakaknya yang mendadak berkata seperti itu.
“Apa maksudmu? Kenapa kau mendadak berkata seperti itu?”
Miyuki bukanlah satu-satunya orang yang mencurigai dirinya.
Orang yang juga sama curiganya adalah Mari.
“Mendadak? Aku hanya mengatakan kenyataan kalau ada banyak murid yang ingin menjatuhkan rencana kaichou, dan mereka tidak berhasil.”
“Aku juga pernah mendengar rumor seperti itu….”
Mari menjawab, terlihat agak bingung. Dari perspektif Tatsuya, grup oposisi cukup ahli dalam menghadapi segala hal. Dia menilai situasi ini lebih baik daripada Mari, berkat info-info yang didapatnya dari anggota-anggota kelompoknya.
“Bagi grup oposisi, satu-satunya kesempatan untuk menyerang cuma tinggal hari ini atau besok. Kaichou….. akan lebih baik kalau kaichou tidak pulang sendirian hari ini.”
“Ha-ha, Tatsuya-kun. Apa kau tidak terlalu berlebihan?”
Mayumi menanggapi perkataan Tatsuya sebagai suatu candaan dan membalasnya dengan sebuah tawa. Tapi itu tidak bekerja dengan baik.
“Apa kau punya intel atau semacamnya….?”
Dengan mengerutkan dahinya Mari menanyai Tatsuya yang tidak kelihatan bercanda dengan Mayumi.
“Sayangnya, tidak. Aku akan lebih tenang kalau aku punya.”
“Kau tidak terlalu paranoid, bukan”
“Ha-ha, mungkin.”
Saat Suzune mengatakannya, Tatsuya dengan santai tertawa mengiyakannya.
Tapi, tidak perlu dibilang, semua orang tahu kalau tawa itu cuma pura-pura.
◊ ◊ ◊
“Tatsuya-kun.”
Hanya tersisa sedikit waktu sebelum istirahat makan siang berakhir. Mari, yang baru saja meninggalkan ruang OSIS dan berada di lorong dekat ruangan itu, memanggil untuk menghentikan Tatsuya, yang akan kembali ke kelasnya.
Tatsuya dan Miyuki bersamaan menoleh; untuk alasan tertentu Mari menunjukkan sebuah senyuman getir. Orang lain mungkin akan mengira kalau mereka dekat seperti ‘saudara’, tapi itu karena mereka selalu mengabaikan aksi-aksi kecil seperti ini.
“Apa senpai butuh sesuatu”
Tatsuya mengangguk pada Mari untuk melanjutkan perkataannya, untuk segera menyelesaikan semua ini.
“Ada masalah yang ingin aku bicarakan sebentar denganmu. Apa bisa kau datang ke markas?”
Saat dia berkata ‘markas’, dia tidak menanyakan apa itu; yang dimaksudnya adalah ruang Komite Moral Publik.
“Sekarang?”
“Ini tidak akan lama. Oh, ya. Kalau bisa, apa Shiba juga bisa ikut?”
Wajah Tatsuya dan Miyuki, terkejut, melihat satu sama lain. Ini pertama kalinya mereka mendengar Mari berbicara kepada Miyuki sesuatu seperti ‘Aku ingin kau melakukan sesuatu’ atau ‘Ada yang ingin kubicarakan’.
“Miyuki, apa kau punya waktu?”
“Ya. Karena jam pelajaran keempat kosong, tidak ada masalah kalau aku terlambat masuk.”
Kosong adalah istilah mereka untuk jam pelajaran mandiri. Sains, Bahasa, dan semacamnya atau sihir kecuali latihan praktik bisa dipelajari melalui terminal pribadi mereka. Itu sama saja seperti belajar sendiri, jadi tidak ada masalah kalau ia terlambat datang ke kelas.  
“Apa tidak apa-apa Onii-sama?”
Tatsuya di sisi lain, ada tes kemampuan praktik yang disebut ‘pengukuran kemampuan’.
Di Golongan 1, seorang instruktur akan menggunakan alat untuk melakukan pengukuran (biasanya, mereka juga nantinya akan memberikan masukan), tapi untuk Golongan 2, murid-murid melakukannya sendiri; selama nilai yang didapat saat itu mencukupi, itu akan dihitung untuk penilaian.
“Tidak apa-apa.”
Dia mengangguk kepada Miyuki dan memberikan jawaban positif kepada Mari; Mari berkata ‘Maaf’, melewati mereka berdua dan lanjut menaiki tangga.
Untuk pergi ke markas, mereka tidak menggunakan jalan pintas yang ada di ruangan OSIS.
Dibanding setengah tahun sebelumnya, Mari terlihat seperti orang yang berbeda; Ruangan itu jelas terlihat seperti ruangan yang berbeda setelah dibersihkan. Mari dan Tatsuya-Miyuki duduk di meja receiver yang juga tidak ada setengah tahun yang lalu. (Omong-omong, meja receiver itu, setelah diamati Tatsuya, sebelumnya sempat dipindahkan ke gudang karena ruangan itu sudah tidak cukup. Lalu dikembalikan lagi ke tempat aslinya agar mereka bisa menggunakannya untuk memantau frekuensi informasi yang ada.)
“Ok, sekarang, karena kalian yang mengatakannya, kalian mungkin tahu sesuatu tentang ini.”
Tatsuya menunjukkan ekspresi “Huh?” pada pertanyaan yang dilontarkan Mari.
Ketegangan terpancar dari dirinya.
Secara tak terduga, Miyuki juga ikut dipanggil jadi pasti bukan masalah biasa. Mereka sering bertemu di ruang OSIS. Bisa dibilang punya banyak kesempatan untuk berbicara; tidak mungkin kakak kelas seperti Mari merasa canggung dengan hubungan mereka sekarang ini.
“….Yang ingin kubicarakan, ini tentang Mayumi. Sebenarnya, aku, juga khawatir tentang apa yang Tatsuya katakan tadi.”
“Masalah grup oposisi yang berencana untuk merusak kebijakan anggota OSIS dipilih dari murid Golongan 1?”
Mari tidak menyadari itu karena ketegangannya, tapi Tatsuya paham akan itu.
“Ya…. Aku, juga, berpikir ada banyak orang yang merasa seperti itu. Di musim semi, aku tidak merasakan adanya orang-orang seperti itu saat pengumuman itu dibuat, tapi aku yakin aku ingat ada banyak orang yang naik pitam….. dan jumlahnya tidak sedikit. Karena kalian anak kelas 1, kalian mungkin tidak memikirkannya, tapi kemungkinan nanti akan terjadi sabotase. Lagipula, bukannya sudah sering ada orang yang menggunakan kekerasan? Karena itu aku rasa kita perlu berhati-hati.”
“Itu benar.”
Orang yang menjawab adalah Tatsuya, yang tanpa ragu memberikan tatapan suram pada Mari.
“Mayumi, mungkin karena dia ojou-sama, tidak paham tentang hal sepert ini. Dia mungkin tidak tahu arti peribahasa ‘tikus yang terpojok akan melawan kucing’[1].”
Hmm, Tatsuya setuju kalau itu adalah kelemahan yang fatal.
Mari tidak kelihatan seperti orang yang suka menjelekkan orang lain.
Dari perkataannya, jelas kalau hubungan mereka berdua sangat baik; dari sudut pandang Tatsuya, kekhawatiran Mari terhadap Mayumi adalah hal yang normal. Namun, Mari tidak terlihat berpikir seperti itu.
“Apa yang kau katakan sebelumnya….. Mayumi sepertinya tidak menanggapinya serius. Karena Mayumi punya kemampuan khusus ‘Multi Scope’, dia bisa mengawasi sekitarnya dan tidak ada orang yang bisa mengejutkannya, tapi karena kemampuan itu tidak bekerja terus-menerus, saat dia tidak menggunakannya, maka tidak akan aktif”.
“….Hmm.”
Yah, bukannya ini sudah waktunya Mari memberti tahu apa yang ingin dikatakannya, pikir Tatsuya.
“Eh lalu,…… maaf. Bicaraku berputar-putar.”
Bagus, Tatsuya tidak perlu mengatakannya langsung; Mari sudah kembali membicarakan topik utama mereka.
“Kalau begitu. Aku ingin kalian berdua….. kalau bisa, pulang sekolah bersama Mayumi untuk hari ini?”
“Maksud senpai sampai rumah?”
“Tidak perlu sampai rumahnya, tidak, akan lebih bagus lagi kalau bisa. Aku yakin tidak ada yang perlu diragukan untuk keamanan di dalam sekolah. Di ruang kelas, dia dikelilingi banyak orang; di ruang OSIS, ada Ichihara dan Hattori. Aku paling khawatir saat dia pulang sekolah. Tapi untuk alasan tertentu, dia tidak membiarkan teman-temannya mendekatinya sepulang sekolah.”
“Bukannya itu karena kaichou keturunan langsung Sepuluh Master Clan?”
Mari menunjukkan wajah “Ah, aku baru tahu” saat Tatsuya memberikan pertanyaan itu.
“…..Jadi karena itu?”
“Eh? Aku bukan anggota Sepuluh Master Clan; itu cuma tebakanku saja.”
“Kau mungkin benar…… Bagaimanapun, Mayumi biasanya pulang sekolah sendirian. Akan lebih mudah untuk membuatnya terlihat seperti kecelakaan jika di luar sekolah. Kalau bukan sekarang, aku pasti akan meminta Hattori, tapi karena dia sudah bukan anggota OSIS, sepertinya dia sedang bersama Komite Manajemen Klub untuk melakukan beberapa persiapan…. Dengan situasi seperti itu, Tatsuya-kun, aku memintamu. Karena kau punya kemampuan anti-sihir terkuat, ‘Gram Demolition’, tidak peduli siapapun yang menyerang, kau bisa mengatasinya, ya ‘kan?”
Tatsuya diselimuti satu keraguan; namun, dia tidak mengatakannya. Karena, sebelum dia bisa membuka mulutnya, Miyuki sudah menjawab pertanyaan Mari.
“Serahkan saja pada kami. Kalau ada Onii-sama, pasti tidak akan ada masalah.”
Kalimat terakhir Mari sebenarnya bukan sepenuhnya pertanyaan, tapi itu seperti sebuah tantangan, atau mungkin sebuah provokasi. Karena antusiasme Miyuki, Tatsuya hanya bisa memendam pertanyaannya, “Kenapa harus aku yang menemaninya sepulang sekolah? Kenapa bukan Mari sendiri saja?”.
Sebaliknya, Tatsuya memandang Mari yang menunjukkan seringaian licik di wajahnya.
“A-Apa? Apa ada yang ingin kau katakan?”
“Tidak, tidak ada.”
“Aku tidak punya maksud apa-apa. Kalau dia terluka, maka semuanya akan semakin buruk. Dia juga sudah tahu itu, tapi, dia terlalu ceroboh……. Bukan berarti aku peduli padanya.”
Saat dia melihat Mari berusaha sekeras mungkin untuk mencari alasan, Tatsuya berpikir “Jadi ini yang namanya tsundere?”
◊ ◊ ◊
“Terima kasih atas kerja kalian. Dengan begini, apa semua persiapan untuk besok sudah selesai?”
Merespon perkataan manis Mayumi,
“Ya, semua dokumennya sudah selesai.”
Azusa menjawab.
“Kita juga sudah selesai mencek lokasi.”
Hattori memastikan dengan kalem.
Dia menjawab pertanyaan itu; tapi dia melanjutkan perkataannya dengan permintaan maaf.
“…..Kaichou, aku minta maaf atas semua ini.”
“Ya, Hanzou-kun, terima kasih atas kerjamu. Kau boleh pergi sekarang.”
Setelah ini, dia akan menjalani pelantikan resmi sebagai Ketua Komite Manajemen Klub. Mayumi memahami itu dengan baik.
“Maafkan aku, kaichou….”
“Jangan khawatir! Kau juga perlu cepat pulang A-chan. Istirahatlah yang cukup untuk besok.”
Dengan penuh rasa penyesalan, Hattori membereskan barang-barangnya, memberikan pamit yang singkat kepada Azusa, meninggalkan ruang OSIS dan pergi menuju ke Ruang Persiapan.
“Ini juga waktumu pulang, Miyuki-san.”
Dengan nada bicara yang sama, Mayumi memberikan komentar kepada Miyuki, yang untuk alasan tertentu masih belum bangkit dari kursinya, meski dua anak kelas 2 di ruangan itu sudah pulang (lebih tepatnya, Azusa satu-satunya yang sudah pulang).
“Kalau boleh, aku ingin menunggu di sini lebih lama.”
Namun, itu adalah jawaban yang agak jarang dari Miyuki.
“Tatsuya-kun?”
“Ya. Sepertinya Onii-sama ada di tempat yang tidak ada sinyal, jadi aku tidak bisa menghubunginya.”
“Tempat yang tidak ada sinyal…….”
“Apa mungkin di ruang arsip bawah tanah?”
Suzune membisikkan itu ke telinga Mayumi (meski begitu, suaranya masih bisa didengar Miyuki), yang memiringkan kepalanya bertanya-tanya. Mayumi memberikan tampak seolah berkata “Uh, huh.”.
“Tembok pelindung itu….. memang cukup tebal, karena itu makanya kau tidak bisa menghubunginya…..”
“Aku akan bersih-bersih lagi dan pulang. Oh, Rin-chan, kau pulang saja. Kau punya urusan penting ‘kan hari ini?”
“….Ya. Maaf, kaichou.”
“Tidak apa-apa. Kubiarkan kau hari ini, jadi besok bekerjalah yang baik.”
Mayumi tidak punya firasat apa-apa; tidak ada keraguan sedikit pun dalam jawabannya. Dia bahkan sempat sedikit tertawa. Suzune menunduk dengan diam.
Ruang OSIS hanya tinggal berisi mereka berdua; Mayumi dan Miyuki menghadap meja mereka dalam diam.
Setelah beberapa saat, tepat saat Mayumi meregangkan lengannya, suara elektronik berbunyi tanda ada orang terdaftar yang masuk (sederhananya, orang yang IDnya sudah terdaftar di sistem verifikasi ruangan).
Miyuki bangkit dari kursinya dan menaruh pandangan padanya.
“Maaf membuatmu menunggu.”
Penungguan Miyuki tidak sia-sia; Tatsuya memasuki ruangan.
“Tidak, itu sama sekali tidak apa-apa.”
Saat dia melihat Miyuki yang dengan bersemangat mendekati Tatsuya dengan langkah-langkah cepat nan pendek, Mayumi mengeluarkan sebuah tawa kecil.
“Aku memang sudah terbiasa tapi….. kalian berdua memang sangat dekat.”
“Oh, kaichou. Masih belum pulang?”
“Huh aku diabaikan… tapi tidak apa-apa. Ya, hanya aku dan Miyuki-san yang tersisa hari ini.”
Karena Tatsuya sudah terbiasa dengan Mayumi, sikapnya tidak mengejutkan Tatsuya. Itu sudah kebiasaannya.
“Apa perlu kami bantu?”
“Jarang sekali.”
Namun, perkatan selanjutnya sepertinya menunjukkan keterkejutannya.
“Aku penasaran apa akan turun salju.”
“Itu mustahil bagiku, tapi…. adikku bisa melakukannya dengan mudah. Miyuki, kaichou sepertinya ingin salju.”
“Baiklah. Kalau begitu, seberapa yang perlu kubuat, Onii-sama?”
“Hmm kira-kira….. kalau sekitar 10 cm, bukannya itu sudah cukup?”
“Tunggu! S-Stop! Tidak apa-apa kalau tidak ada salju!”
Awalnya dia mengira kalau perkataannya akan ditanggapi sebagai candaan, tapi mereka terlalu serius. Jadi dia segera menghentikan mereka.
“Astaga…. Jangan bercanda dengan wajah sedatar itu.”
“Bukannya itu sudah jelas candaan?”
Untuk Tatsuya, yang tidak memberikan senyuman manis atau seringaian sedikit pun, Mayumi menunjukkan wajahnya yang kelelahan. Namun, dia terlihat tidak peduli dan mengangkat bahunya untuk berkata “Oh, terserahlah”.
Dia, juga, sangat terbiasa dengan gaya Tatsuya. Mereka sudah ada di tingkatan yang sama.
“Ayo berhenti bercanda.”
Mayumi memandanginya dengan tatapan menekan, tapi Tatsuya benar-benar mengabaikannya.
“Sebentar lagi sudah akan gelap, tapi kalau masih ada yang belum selesai, kami akan membantu.”
Sekarang sudah musim gugur. Dia tidak main-main saat bilang “Sebentar lagi sudah akan gelap”.
Melihat, untuk sekarang, Tatsuya yang mencoba untuk bersikap baik, dia meringankan ekspresinya.
“Hmm…. Aku pikir lagi aku akan pulang saja. Terima kasih tawarannya.”
“Oh begitu.”
“Kalau begitu kaichou, bagaimana kalau kita jalan bersama ke stasiun?”
Mengira sudah mengatasi Tatsuya, kali ini ganti Miyuki yang mengatakannya.
Meski menganggapnya aneh, wajah Mayumi spontan menunjukkan senyuman.
“Apa kau tidak pulang sama yang lain?”
“Ya ini sudah terlambat. Karena aku tahu kegiatanku di bawah tanah akan makan banyak waktu, jadi kuminta mereka pulang duluan.”
“….Omong-omong, apa yang kau cari di arsip?”
“Literatur kuno yang berhubungan dengan batu filsuf, karena ada teks-teks penting yang tidak ada di database.”
“……Err, cukup aneh sampai kau mencari itu.”
“Aku cuma penasaran apa benda itu bisa mengatasi kelemahan sihirku.”
“Y-yang benar…..?”
Tanpa berpikir panjang, dia mengejutkan Mayumi dengan jawabannya.
“…..Uh, bagaimana seorang penyihir yang bisa pakai ‘Gram Demolition’ berbicara seperti itu? Bahkan kalau itu satu-satunya sihir yang bisa kau pakai, kau masih akan sangat berguna di polisi dan departemen pertahanan.”
Namun wajah Mayumi segera dipenuhi kekecewaan.
Mayumi paham perasaan Tatsuya terhadap kemampuan sihirnya sendiri. Kasusnya agak berbeda dengan orang lain. Dia sadar betul sistem sosial yang membatasinya dengan mencapnya lemah adalah sesuatu yang tidak terlalu diperdulikannya.
Tatsuya lupa kalau jika dia mengatakan hal yang terdengar seperti mengasihani dirinya sendiri, maka Mayumi akan jadi kesal.
Dia mungkin tidak akan bisa mendapat kedudukan tinggi menurut standar internasional, tapi jika dilihat dari tuntutan publik (pekerjaan), maka orang-orang berbakat sepertinya yang memiliki kemampuan di bidang khusus akan sangat dibutuhkan.
“Hei, Tatsuya-kun, aku rasa kau harus berhenti menganggap dirimu rendah. Kau sudah punya banyak pencapaian, jadi….. kalau kau seperti itu, maka baik anak Golongan 1 & 2 mungkin akan iri melihatnya.”
“Aku tidak bermaksud untuk menunjukkannya.”
Tatsuya tidak merasa kalau dirinya semasokis itu sampai senang merendahkan dirinya sendiri, dan ia memang tidak masokis. Dia hanya menjawab pertanyaan Mayumi yang ditujukan kepadanya, meski dia memang sedikit merendahkan ‘talenta’nya untuk menyembunyikan kebenaran. Alasan sebenarnya dia mencari info tentang batu filsuf adalah karena itu berhubungan dengan tujuannya membuat sebuah ‘Reaktor Fusi Termonuklir Sihir Tipe Gravitasi’.
Di samping itu, dia tidak punya niatan untuk menunjukkan kerendahannya.
Tapi,
“…….Tidak, aku akan lebih berhati-hati.”
Pada akhirnya, dia menjawab seperti itu.
Dia sudah cukup dewasa untuk menyadari kalau Mayumi hanya khawatir akannya.
◊ ◊ ◊
Mereka bertiga, Mayumi dan kedua saudara itu, berjalan lurus di jalan dari gerbang sekolah menuju ke stasiun yang biasa mereka lewati bersama Erika, Leo, dan temannya yang lain. Miyuki sedikit gugup; yah, itu cukup bisa dimengerti. Bahkan Mayumi juga sedikit gugup dengan situasi ini. Tasnya didekap kedua tangan di badan depannya. Sikap jalannya ini, diam dengan tatapan yang menyembunyikan perasaan, membuat orang yang melihat akan berpikir “Dari keluarga berkelas mana ojou-sama ini?”. Kenyataannya, Mayumi memang seorang ojou-sama.
Tatsuya sendiri tidak punya topik untuk dibicarakan. Dia agak kurang ahli di ‘seni berbicara’. Ditambah lagi, dia sekarang sedang fokus pada keadaan sekeliling, mengawasi keberadaan oposisi. Untuk itu, mereka berdua hampir tidak berbicara sama sekali dalam 70% perjalanan mereka ke stasiun.
“…..Hei, Tatsuya-kun.”
“Apa?”
Karena itu, saat Mayumi tiba-tiba berbicara, Tatsuya sudah menyiapkan dirinya akan apapun yang akan didengarnya.
“Apa benar kalian berdua menungguku pulang?”
Tapi setelah dia menyiapkan dirinya, perkataan itu masih saja mengejutkannya, dan dia tidak bisa segera meresponnya.
Saat Tatsuya tidak segera menjawabnya, Mayumi melanjutkannya seolah sudah mendengar jawaban.
“Mari bilang sesuatu, bukan? Sesuatu seperti oposisi yang akan menyerang, temanilah aku ke rumah.”
“…..Kaichou berdua memang akrab.”
Orang yang menjawabnya bukan Tatsuya, itu Miyuki. Dia tahu kalau dia tidak bisa membohonginya, dan setidaknya mencoba memberikan Tatsuya alibi jadi dia tidak perlu menjelaskan apa-apa.
“Tidak apa-apa.”
Mayumi sedikit tersenyum saat ia menoleh ke Miyuki.
“Aku tidak akan bilang ke Mari kalau aku berhasil mengetahuinya.”
Miyuki mengangguk malu mendapati niatnya dan Tatsuya sudah terbongkar.
“Tapi, kenapa kaichou menanyakannya?”
Di sisi lain, Tatsuya tidak menunjukkan ketidaknyamanan sedikit pun di wajahnya, dia juga tidak mengabaikannya; dia cuma bertanya karena bingung.
“Untuk membuat kalian mengerti kalau kalian tidak perlu mengantarku sampai rumah. Oh, jangan salah paham. Bukan berarti aku tidak nyaman atau semacamnya.”
Tatsuya dengan diam menundukkan kepalanya dan mengisyaratkannya untuk melanjutkan perkataannya.
“Mari bilang kalau aku biasanya pulang-pergi sekolah tanpa memerhatikan sekitar, ya ‘kan? Tapi, aku sengaja tidak pulang dengan orang lain, jadi kalau terjadi apa-apa, tidak akan ada orang yang kena imbasnya.”
“Maksud kaichou……. sama seperti sekarang?”
“Ya, aku mungkin akan terdengar pamer, tapi karena aku ‘ojou-sama’, aku sering ditarget oleh orang-orang yang punya tujuan politik atau bisnis dan semacamnya.”
Dia menyebut dirinya ‘ojou-sama’ tanpa merasa bangga sama sekali, hanya terasa seakan merendahkan dirinya sendiri.
“Itu karena Keluarga Saegusa adalah keluarga kelas atas, sejak pertama kali pembentukan sistem Sepuluh Master Clan, tidak pernah turun dari posisi itu, tidak sekali pun.”
Mayumi tersenyum kecut pada Tatsuya yang ekspresinya seolah berkata ‘Mau bagaimana lagi’.
“…..Bagaimanapun, mamang begitulah keadaannya. Karena aku sudah dilatih untuk tidak pernah lengah dalam setiap saat, aku selalu siap untuk mengaktifkan sihirku.”
Dia mengangkat tangan kirinya. Lengan bajunya terselip turun menunjukkan CADnya; dan itu tidak sedang dalam keadaan mati, itu sedang mode stand by.
“Dan aku sendiri juga sudah punya pengawal.”
“Uh, benarkah?”
Miyuki seketika terlihat terkejut, tapi dia tidak melihat ada orang yang seperti pengawal.
“…..Dia menunggu di stasiun.”
Mayumi lalu berhenti mencari.”
“Aku malu jalan pulang-pergi sekolah ditemani pengawal.”
Setelah mendengarnya, jika dipikir lagi memang rasanya memalukan.
“Oh, jadi itu kenapa senpai berkata ‘Kau tidak perlu mengantarnya sampai ke rumah”….Karena di stasiun, sudah ada pengawal yang menunggu.”
Mendengar hal itu, wajah Tatsuya terlihat akhirnya mengerti.
“Itu benar.”
Namun, setelah mendengar semua itu, ada hal baru yang memancing rasa penasarannya.
“Tapi, kenapa senpai menjelaskan semuanya kepada kami?”
Dia tahu itu pertanyaan yang tidak ada gunanya, tapi Tatsuya tidak bisa mengabaikan rasa penasarannya begitu saja. Kalau apa yang dikatakannya memang benar (walaupun memang tidak ada alasan untuk berbohong), Mari juga sudah tahu tentang informasi pribadinya.
“Ya-aaa…… mungkin aku cuma ingin pulang bersama Tatsuya-kun dan Miyuki-san?”
Namun, melihat wajah Mayumi yang malu saat menjawabnya, Tatsuya memiliki firasat ‘Sepertinya aku gagal……’.
“Aku juga?”
Miyuki tidak punya firasat yang sama seperti yang kakaknya rasakan, jadi Mayumi memberikan senyuman (seorang kakak) ke Miyuki yang memiringkan kepalanya.
“Ya. Musim gugur tahun lalu, aku jadi Ketua OSIS; enam bulan pertamanya berjalan begitu saja. Tapi enam bulan terakhir ini terasa sangat menyenangkan bagiku.”
Lalu dia meluruskan pandangannya pada Tatsuya.
“Dan itu semua jelas karena kalian berdua.”
“…..Aku rasa senpai terlalu melebih-lebihkannya, tapi……”
Saat Tatsuya membantahkan klaimnya dengan dingin, Mayumi tertawa terbahak-bahak.
“Aku baru menyadari sekarang, tapi….. Tatsuya-kun, kau orangnya rendah hati.”
Melihat Tatsuya yang lambat menjawab dengan wajah yang terlihat seperti topeng Noh, Mayumi mengeluarkan suara tawa nada tinggi yang tak tertahankan.
“Apa kau benar-benar bertindak sesuai usiamu? Terkadang, aku merasa seperti berhadapan dengan anak usia sepuluh tahun.”
Dia sudah beberapa kali mendapat kecurigaan seperti itu dari Mayumi. Dia tidak bisa apa-apa selain hanya diam, sedikit terkejut.
Pandangan Mayumi diburamkan air mata, dia tertawa berlebihan, dia menghapus air matanya dengan jarinya dan memasang wajah ceria kepada kedua saudara itu.
“…A-chan dan Hanzou-kun adalah orang yang sangat baik, tapi kalian berdua jelas adalah kouhai yang paling terkenang di antara semuanya.”
Wajahnya terpampang dengan senyuman indah, Miyuki juga menjadi kehabisan kata-kata.
Berbeda dengan kakaknya, telinganya sampai memerah.
◊ ◊ ◊
Rumah keluarga Shiba, karena ayah mereka tinggal di rumah istri keduanya, menjadi milik Tatsuya dan Miyuki berdua; untuk ukuran sebuah rumah tinggal, itu cukup besar. Memang tidak semewah rumah Keluarga Shizuku atau Saegusa (Tatsuya dan Miyuki sebenarnya belum pernah melihat keduanya); dibanding dua rumah itu; rumah mereka cuma sebatas rumah tinggal biasa.
Walau begitu, ruman ini jelas tidak bisa dianggap rumah tinggal biasa.
Berdiri di bawah tanah, ada sebuah fasilitas penelitian sihir yang dilengkapi peralatan laboratorium kelas tinggi. (Untuk alasan tertentu, penampilannya seperti markas rahasia, tapi itu cuma sebuah ruang bawah tanah yang ditata jadi laboratorium).
Tatsuya yang keluar dari laboratorium bawah tanah ke ruang keluarga terlihat lelah tidak seperti biasanya; tubuhnya tenggelam di sofa.
Dia menggunakan ibu jari dan jari tengahnya untuk memijat pelipisnya; dia memutarnya sekali, dua kali.
Dalam keadaan seperti itu, dia memandangi plafon ruang keluarganya dan memikirkan kembali semua hal.
Pikirannya dipenuhi hal-hal seperti apa yang terjadi saat matahari terbenam, hari itu.
Dia berpikir tentang pengawal yang dikenalkan kepadanya saat mereka sampai di stasiun.
Pengawal Mayumi secara mengejutkan adalah laki-laki.
Tatsuya yakin kalau pengawal yang cocok untuk perempuan seusia Mayumi jelas perempuan; sejujurnya, dia cukup terkejut. Lelaki itu berusia lima puluh tahunan; dia mungkin memang tidak terlihat punya niat bejat atau semacamnya, tapi….
Penampilan lelaki paruh baya itu tidak memberi kesan pengawal, tapi lebih seperti kepala pelayan, dan lebih seperti seorang kakek daripada kepala pelayan. Namun, punggungnya tegak sempurna, tubuhnya kurus tapi tetap padat; dari pandangan pertama sudah terlihat jelas kalau dia ‘aktif bekerja’. Pembawaannya sangat sopan. Memberi kesan kalau dia punya pengalaman militer di mata Tatsuya, dan dia sudah lama di militer sebagai tentara.
Tubuh seperti ini tidak aneh; dalam seabad terakhir ini sudah banyak terjadi peperangan, terutama di akhir abad 21, jadi jumlah para veteran militer sangat banyak sampai mereka didiskriminasi oleh masyarakat di sekitar mereka. Mantan anggota militer, yang juga penyihir menggunaan pengalaman dan kemampuan mereka untuk mendapat pekerjaan sebagai pengawal di keluarga-keluarga terpandang, yang juga sudah biasa; yang jadi masalah bukan itu.
Yang dipikirkan Tatsuya adalah nama pengawal itu; lebih tepatnya, nama keluarganya.
“Onii-sama, masih belum tidur?”
Dia menoleh ke arah suara itu datang; Miyuki berdiri di pintu ruang keluarga, mengenakan piyama merah muda.
“Miyuki, bagaimana denganmu; kenapa masih belum tidur? Besok….. tidak, mungkin sudah hari ini. Kau akan jadi pembicara rapat, bukan?”
Miyuki diberi tugas sebagai pemberi pidato untuk pertemuan besok. Setiap tahun, pekerjaan ini diberikan kepada perwakilan anak kelas 1 di OSIS.
“Aku sedikit haus……”
Teguran “Cepatlah tidur” tidak dikatakan langsung tapi sudah dirasakan Miyuki. Saat dia mencari alasan sambil malu-malu, dia bisa melihat kakaknya menerimanya.
“Kalau begitu, ya sudah.”
Tatsuya, yang selalu memanjakan adiknya, tersenyum kecut dan mengangguk.
Sekarang, wajah Miyuki berkilau keringat, Miyuki datang ke sisi Tatsuya dengan kecepatan berlari.
Menjawab pertanyaan yang terpancar di mata adiknya, kakaknya menjawab ‘ya’ dengan tatapannya.
Miyuki, dengan berhiaskan senyuman bahagia di wajahnya, duduk di samping Tatsuya.
Perlahan-lahan, musim berganti dan malam semakin dingin, tapi piyama Miyuki adalah jenis piyama musim panas. Piyama itu punya lengan yang pendek dan celananya hanya sepanjang tiga perempat kakinya; bahan kainnya ringan dan cukup mengikuti lekuk tubuhnya yang bisa terlihat samar-samar. Itu bukanlah pakaian yang dipakai seorang gadis di malam hari bersama laki-laki, tapi Tatsuya tidak berani mengatakannya. Dia mendiamkannya; dia punya firasakat kalau dia mengatakannya maka dia sama saja mati.
“Apa yang Onii-sama pikirkan?”
Apa dia tahu kalau Tatsuya sedang memikirkan sesuatu? Miyuki memasang wajah cerianya dekat wajahnya saat bertanya.
Dia sadar kalau itu adalah topik yang agak tidak cocok untuk didiskusikan dengan orang yang polos; namun, karena kelelahannya yang luar biasa, Tatsuya menjawabnya dengan jujur.
“Ya….. ini tentang pengawal Saegusa-senpai; itu agak menggangguku.”
Sebelum Tatsuya bisa berpikir “Aw, sial”, senyuman Miyuki hilang dari wajahnya seketika.
“Tentang nama Nakura-san?”
Mayumi memperkenalkan lelaki paruh baya itu bernama Nakura Saburou.
“Apa menurut Onii-sama dia merupakan Extra?”
Dia bisa membacanya dengan baik sampai dia bisa tahu dengan detail apa yang dipikirkannya; Tatsuya melepas sebuah senyuman kecut. Kalau Miyuki tidak kepikiran itu, dia tidak akan berhasil membaca dirinya. Tetapi, lebih daripada yang dikiranya, Tatsuya merasa kalau dia mungkin bisa menyadari dengan jelas apa yang dipikirkannya.
“Aku merasa itu aneh, tapi……. Sepuluh Master Clan selalu memperkerjakan seorang pengawal untuk anak mereka, bahkan jika mereka bukan pewaris keluarga. Kalau mereka juga memberi nama palsu seperti kita….. maka bisa dibilang kemungkinannya dia Extra.”
“Menurutku rasanya tidak ada keluarga selain Yotsuba yang menggunakan sistem seperti itu, tapi….”
“Kita tidak tahu itu. Keluarga lain tidak tahu sistem Yotsuba dan kita juga sama. Sembilan keluarga yang lain, delapan belas keluarga asisten, itulah dua puluh tujuh keluarga yang Yotsuba tidak ketahui sistemnya.”
“Tapi… berbeda dari Oba-ue, Saegusa yang sangat mementingkan prestise apa mungkin memperkerjakan seorang Extra untuk menjaga putri tertua keluarga utama?”
“Itu bisa jadi karena prestise Keluarga Saegusa, mereka mungkin akan memasang citra kalau mereka tidak melakukan diskriminasi terhadap orang-orang seperti Extra.”
“Aku mengerti…. Jadi begitu cara pikir mereka….”
Extra Numbers, atau biasa disebut Extra; adalah penyihir yang keturunannya sudah tidak memiliki ‘angka’ lagi dalam keluarga mereka.
Alasan penghilangan ‘angka’ ini bisa disebabkan banyak hal seperti: pengkhianatan, kegagalan, dan tindak kriminal.
Saat penyihir menjadi simbol kekuatan militer, para penyihir diberikan ‘angka’ sebagai penanda pencapaian mereka, tapi mereka yang memiliki hasil yang tidak sesuai dengan ‘angka’ mereka akan dipandang sebagai produk gagal; dan mereka dianggap Extra.
Sekarang, istilah Extra sendiri secara resmi dilarang penggunaannya. Di komunitas sihir, dikriminasi terhadap Extra dinilai sebagai suatu tindakan ilegal.
Namun, diskriminasi seperti yang terjadi kepada anak Golongan 2 di SMA, masih belum dihilangkan dan masih terjadi hingga sekarang. Semua diskriminasi itu bahkan memburuk dan sedang dalam tahap menjadi masalah besar; diskriminasi terhadap Extra diam-diam masih ada.
Di generasi Tatsuya, mungkin banyak orang yang tidak sadar kalau keluarga mereka merupakan keturunan Extra, karena orang tua mereka yang menyembunyikan fakta itu. Itu adalah stigma yang mengakar kuat karena dipandang sebagai ‘kegagalan’ dan ‘produk gagal’, dan itu akan tertanam di benak mereka sebagai seorang penyihir.
Oleh karenanya, jika Nakura memang keturunan keluarga yang bernama ‘Nanakura’ (nana=tujuh), maka untuk apa Kepala Keluarga Saegusa memperkerjakan orang sepertinya jadi pengawal putrinya, itulah yang membebani pikiran Tatsuya.
◊ ◊ ◊
Beberapa saat sebelumnya……
Waktunya cuma tiga jam sebelum pergantian hari, di sebuah pemandian umum dekat kediaman Keluarga Saegusa, yang bisa disebut mansion besar. Tidak ada yang berlebihan dari itu. Mayumi dengan nyaman menyelamkan tubuhnya di bak mandi yang penuh dengan air panas, dengan perlahan menghela napas saat dia merasakan kondisi tubuhnya.

Proporsi tubuhnya tidak buruk, bahkan kalau itu cuma menurutnya.
Berat badannya, yah lagipula, dia sudah berhenti bertambah tinggi di tahun ketiga SMP, tapi adik-adiknya juga punya badan yang mungil; tidak ada hal yang perlu dipikirkan tentang keturunan genetiknya.
Suara deburan air terdengar, Mayumi meregangkan lengan dan kakinya di air panas.
Dia sering dibilang oleh orang-orang di butik atau salon kecantikan kalau tangan dan kakinya cukup panjang untuk orang setingginya.
Tangan dan kakinya kembali ke bak mandi; tangannya mengusap dadanya dengan lembut.
Orang juga bilang kalau dadanya cukup besar untuk orang setingginya; tidak peduli baju tipe apa yang dipakainya; tidak pernah serat di pinggang.
Dia cukup seksi, bahkan kalau itu cuma menurutnya.
Tapi saat berhadapan dengannya, tidak peduli apapun yang dia pikirkan tentang dirinya sendiri, kepercayaan dirinya akan segera terguncang.
Di dalam pikirannya, dia selalu menyebut gadis itu ‘dia’ atau ‘–nya’; di alam bawah sadarnya, sebutan itu berubah jadi ‘Shiba Miyuki’.
Sebelum dia bertemu dengannya, dia tidak pernah bertemu dengan gadis secantik itu.
Bahkan tangan dan kakinya; sangat langsing, sangat kurus, sangat sempurna tidak terlihat seperti orang sakit.
Pinggangnya, juga, benar-benar padat; Area dadanya juga penuh dengan lekukan-lekukan feminin.
Hampir semuanya simetris sempurna. Padahal organ dalam manusia tidak terletak secara simetris, jadi luarannya seharusnya juga tidak simetris.
Walau begitu, dibanding non-penyihir, jumlah penyihir bertubuh simetris lebih banyak. Selain dari pendapat pribadinya, bisa dibuktikan dengan mudah kalau orang yang mempunyai kemampuan sihir akan memiliki struktur tulang yang lebih simetris; Mayumi sadar betul akan itu.
Untuk alasan itu, tidak ada waktu untuk Mayumi memikirkan tentang dia.
Atau bahkan memandangnya sebagai gadis sama seperti dirinya.
Mayumi yakin kalau laki-laki yang jadi kakaknya hanya bisa melihat perempuan lain sebagai salinan gagal dari adiknya.
Kakaknya.
Mayumi, sekali lagi tanpa sadar, mendesah memikirkannya.
Kakaknya sampai membuat Mayumi ragu kalau mereka sebenarnya berhubungan darah.
Penampilannya tidak jelek.
Tapi, kakaknya cuma ‘biasa-biasa’.
Mayumi menyelamkan dirinya di bak mandi sampai sehidungnya. Air didalamnya mulai membentuk gelembung. Apa gelembung itu karena dia bernapas atau mendesah, bahkan Mayumi tidak tahu.
Namun, kakaknya jauh dari kata ‘biasa’.
Daripada disebut superior, lebih cocok kalau disebut abnormal.
Dengan  banyak waktu dan kerja keras yang dikorbankan, ahli-ahli di seluruh dunia mengakumulasikan pengetahuan mereka, menggabungkannya, dan membentuk sebuah sistem penilaian seorang penyihir.
Tapi keberadaannya mempertanyakan sistem itu.
Bahkan menurut sistem itu, dia hanyalah seorang penyihir kelas C berstandar internasional.
Meski begitu, semua hasil aktual yang sudah ditunjukkannya melebihi kemampuan seorang penyihir kelas A.
Dia mengangkat wajahnya dari bak mandi, dan mengambil napas. Dia menghela napas dua kali, tiga kali; Mayumi tertawa kecil.
Seisi ruang guru mulai berpikir
Mempertanyakan sistem yang sudah digunakan selama berdekade-dekade yang mulai terlihat berlawanan pada kasus ini, dan rencana tentang pembentukan ‘Jurusan Teknik Sihir’. Status quo di ruang guru mulai terguncangkan.
Mayumi tersenyum kecut saat ia menggelengkan kepalanya.
Namun, keberadaannya mustahil.
Kalau saja kecerdasan dan pengetahuannya superior, dia mungkin tidak akan menimbulkan kebingungan seperti ini.
Seorang anak kelas 1 SMA mampu menggunakan anti-sihir tingkat tinggi yang belum pernah bisa digunakan siapapun.
Setelah terkena sihir yang seharusnya memberikan luka kritis nan fatal pada tubuhnya, dia masih bisa berdiri dan melanjutkan pertarungan.
Saat penyerangan pada grup teroris, dia dengar kalau itu semua dilakukan olehnya seorang.
Kemampuannya menggunakan sihir dan kemampuannya bertarung dengan sihir terlalu tidak imbang.
Tidak, bahkan jika dilihat dari pengetahuannya saja, bisa dibilang kalau memang perlu dilakukan perubahan pada kurikulum yang berlaku.

Air panas sekarang telah hangat. Walau begitu, tubuh Mayumi sudah menggigil seperti kedinginan. Meski dia tahu kalau dingin yang dirasakannya bukan dari apa yang dirasakan kulitnya, Mayumi masih saja menenggelamkan dirinya sepenuhnya ke bak mandi.
Hari ini, saat dia memperkenalkannya kepada Nakura, dia tidak mengatakannya, tapi itu semacam tes.
Tes untuk melihat apa dia sadar apa makna nama ‘Na-Ku-Ra’.
Saat dia memperkenalkan nama pengawalnya, Nakura, untuk sesaat, dan hanya untuk saat itu saja, ada gejolak yang terlihat di matanya; itu hanya bisa dilihatnya saat ia benar-benar memfokuskan dirinya untuk mengamati reaksinya.
Dia sadar makna nama ‘Na-Ku-Ra’.
Hanya orang seperti Juumonji dan dirinya lah, yang akrab dengan ‘kegelapan’ dunia sihir, yang akan tahu tentang maknanya.
Dia bukan penyihir biasa.
Dia bukan penyihir dari keluarga biasa.
‘Shi-ba’ Tatsuya. Shi, secara pelafalan kanji bisa berarti kepala; Ba, secara pelafalan kanji bisa berarti daun. Shi, juga bisa berarti empat; Ba, daun. Yotsu, secara pelafalan kanji bisa juga berarti empat; Ba, daun. Yotsuba.
Apa mungkin, dia juga, dia adalah Extra.
Kepalanya panas seketika Mayumi memikirkan semua itu.




[1] Peribahasa Jepang yang berarti orang yang terpojok akan melawan mati-matian.