PERTEMUAN
(Translator : Hikari)

Dengan suara berat, aku menaruh kantung berisi pendapatan hari ini di atas meja. 5 lizardman dan 24 goblin. Karena kami menjual perlengkapan mereka juga, total pendapatan kami adalah 11 koin emas dan 40 koin tembaga. Membaginya rata antara kami berempat, total pendapatanku untuk hari ini adalah 2 koin emas dan 85 koin tembaga. Untuk sesuatu yang kami dapatkan hanya dalam setengah hari, ini cukup bagus.
Biasanya aku akan amat senang karena hal itu dan dalam kebahagiaan itu akan menghabiskan uang tersebut untuk makan besar.
Tapi saat ini, aku hanya dapat menghela napas berat. Masalahnya adalah wanita di depanku.
Benua Imnesia memiliki banyak guild petualang tapi kami pergi ke tempat yang terbesar di antara itu semua. Alasannya sederhana, semakin banyak orang yang berkumpul, semakin banyak informasi dan permintaan yang bisa ditemukan. Dengan demikian, permintaannya didasarkan pada 'pertama datang, pertama dilayani' dan tanpa tingkat kemampuan tertentu, kau tidak akan bisa menghasilkan uang sedikit pun.
Di dalam guild petualang semacam itu, kami——atau tepatnya, gadis yang ada di depanku benar-benar menarik perhatian. Rambut hitam adalah hal yang tidak biasa di dunia ini dan mata semerah batu merah delima seakan terbuat dari darah. Kulit putih yang hampir abnormal dan ekspresi yang sama sekali tanpa emosi. Dia adalah wanita yang kami temui tertidur dalam kristal di dalam gua itu.
"Oi, kau sadar?" (Renji)
"Ya." (Wanita)
Dia memang membalas tiap kali aku menanyakan sesuatu, tapi aku tidak bisa merasakan kehidupan apapun di dalam matanya. Dia hanya menatapku dengan pandangan kosong hanya karena aku memanggilnya. Apakah itu karena kondisinya saat ini atau kenyataan bahwa dia tadinya berada di dalam kristal, rasanya terlalu mencurigakan.
Saat ini dia sedang mengenakan pakaian cadangan Francesca dan mantel itu milikku. Itu semua adalah pakaian dan celana tebal yang terlihat kusam serta mantelku yang sudah using. Tapi entah kenapa, itu sama sekali tidak terlihat mengurangi kecantikannya. Pandangan para pria di dalam guild adalah buktinya. Setiap ada pria yang lewat, mereka pasti akan meliriknya. Kenapa mereka mencoba menyembunyikan pandangan mereka padahal sudah jelas sekali? Yah, wanita ini kelihatannya sama sekali tidak peduli.
Benar-benar merepotkan untuk kembali dari gua itu ke ibu kota. Bagaimanapun, dia sama sekali telanjang di dalam kristal itu. Bahkan kami sama sekali tidak membawa barang apapun yang diperlukan untuk perburuan monster. Pada dasarnya, kami tidak punya apapun untuk dia kenakan. Tapi kami tidak bisa membiarkan dia berjalan dengan telanjang seperti itu juga, jadi aku meminjamkan mantelku dan berburu goblin untuk mencari sepatu bot untuk dia pakai. Aku meminta Nona Francesca untuk kembali ke ibu kota lebih dulu dan menyiapkan pakaian untuknya. Ini benar-benar melelahkan secara mental sampai saat itu.
Jika seseorang melihatku berjalan bersama seorang wanita telanjang, bahkan sekalipun hukum dunia ini lebih longgar daripada Jepang, rekan-rekanku tidak akan pernah memaafkanku. Yang terburuk, aku tidak akan melihat matari terbit lagi.
[Ini seakan-akan dia mati…. Aku tidak bisa merasakan kehidupan apapun darinya.]
Serius. Setuju dengan Ermenhilde dalam kepalaku, aku duduk. Pandangan Nona Francesca dan Feirona beralih padaku tapi aku hanya bisa merasakan keletihan dari pandangan itu. Sepertinya mereka tidak dapat menemukan info apapun mengenai wanita ini. Seperti yang Ermenhilde katakan, mata semerah rubi-nya yang seakan mati terarah padaku. Tapi aku tidak dapat merasakan keinginan apapun dari matanya. Tapi saat dia memandangiku secara langsung tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali…..rasanya seakan dia melihat secara langsung ke dalam bagian terdalam hatiku.
"Untuk saat ini, bisakah setidakya kau memberitahu kami namamu?" (Renji)
"……nama?" (Wanita)
"Ya, namamu."
Berdasarkan penampilannya, dia terlihat kira-kira berusia 20 tahun. Yah, ada makhluk seperti peri dan vampir juga, jadi penampilan tidak benar-benar bisa diandalkan. Dia cukup tinggi, hampir setinggi Nona Francesca. Bahkan sosoknya lebih baik daripada wanita rata-rata. Dia mungkin sedikit kalah di bagian dada tapi lekuknya jelas terlihat. Mau bagaimana lagi, dia benar-benar telanjang saat di dalam gua. Aku tidak bisa tidak melihatnya bahkan sekalipun aku mau. Hal yang sangat normal bagi pria sejujurnya.
"Sollunea…."
"Hm?"
Pandangan kosongnya perlahan beralih. Aku mengikuti tatapannya tapi itu tidak terfokus pada apapun secara khusus. Dia hanya menatap keluar jendela ke jalanan kota yang hiruk pikir dipenuhi banyak orang. Tidak ada yang lain.
"Kupikira aku dipanggil sebagai Sollunea."
""Kau pikir?""
Suara Feirona dan Nona Francesca saling bertumpukan. Dan, aku juga, menggelengkan kepala pada caranya berbicara. Itu sangat aneh, seakan dia mengatakan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan dirinya. Mungkin karena kesan yang dia berikan, rasanya seperti, daripada seorang wanita, dia hanyalah sebuah wadah kosong dalam bentuk wanita. Aku juga tidak berpikir dia menyembunyikan sesuatu dari kami. Rasanya tidak seperti itu. Dia hanya berbicara dengan acuh tak acuh sehingga memberikan kesan seperti itu padaku. Rasanya seperti melihat sesosok robot yang muncul dalam film beranggaran rendah kelas B. Kurasa Ermenhilde memang benar mengatakan bahwa kau tidak bisa merasakan tanda kehidupan apapun darinya.
Dari awal, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dia bertahan hidup dalam kristal itu. Seorang wanita hidup dalam kristal yang berada dalam gua yang muncul entah dari mana. Aku mengeluarkan sepotong pecahan kristal dari sakuku. Begitu dia bangun, kristal itu terpecah berkeping-keping. Menjadi potongan kecil. Seperti yang saat ini ada di tanganku. Aku tidak bisa merasakan energi sihir apapun dari benda itu. Ini hanyalah sebuah kristal yang terlihat cantik. Meski begitu, menurut Ermenhilde, ada sedikit energi sihir di dalamnya saat wanita ini masih berada dalam kristal itu.
Aku membawa salah satu pecahannya tapi aku ragu ini akan ada gunanya. Dan dengan ukurannya yang kecil, mungkin tidak akan terjual dengan harga bagus juga.
"Um, mmm, Sollunea-san?" (Francesca)
"Ada apa, Francesca?" (Sol)
"… … …Eh?" (Francesca)
"Francesca."
Mengucapkannya lagi, Sollunea menunjuk pada Nona Francesca. Setelah itu ke Feirona dan Mururu. Pada akhirnya, dia menunjuk padaku dan mengucapkan namaku juga.
"Apa aku salah?" (Sol)
"Tidak, kau tidak salah, tapi…"
"Entah kenapa, ini membuatku kebingungan." (Mururu)
"Yang benar saja." (Renji)
Mendengar kata-kata Mururu, meskipun tahu itu tidak sopan, aku akhirnya setuju dengan dia. Wanita ini pastinya mengetahui nama kami saat mendengarkan kami bercakap-cakap, tapi yang penting adalah fakta bahwa dia membuatku merasa waspada. Dia menamai dirinya sendiri dan berbicara dengan kami juga. Yang membuat kami waspada terhadapnya pastinya karena masih tidak ada perubahan dalam ekspresi maupun atmosfir di sekitarnya saat dia berkata begitu.
Itu membuatku merasa seperti sedang menatap lautan teduh. Tidak ada perubahan sama sekali. Tidak peduli seberapa jauh kau melihatnya, hanya ada laut tenang yang tak bergerak. Tidak ada gelombang emosi. Aku penasaran apakah kedalaman lautan itu juga seaneh wanita ini.
"Renji." (Sol)
"———"
[…….Muu]
Berkata seperti itu, jemari putih pucatnya yang indah perlahan bergerak untuk menunjuk ke saku yang ada di bawah meja. Tempat di mana Ermenhilde berada.
"Ada yang salah?"
"…….Bisakah kau mendengarnya?" (Renji)
"Tidak."
Dan sesuai dugaan, dia lagi-lagi menjawab acuh tak acuh seperti biasa. Aku sengaja menunjukkan pada wajahku kalau terlihat waspada padanya tapi tetap saja, masih tidak ada gelombang dalam lautan emosinya. Dia hanya, dalam diam, menatapiku, seakan mata semerah rubinya sedang menatap sesuatu jauh di dalam diriku. Akulah yang pertama kali mengalihkan pandanganku. Entah kenapa, aku benar-benar payah dengan orang-orang sejenis ini. Seperti, aku tidak bisa bercakap-cakap dengan mereka dengan baik dan rasanya, seperti hanya mereka yang tahu segalanya tentang aku.
"……Kau ini, sebenarnya apa?" (Renji)
"Aku tidak tahu.” (Sol)
"Begitu lagi, ya."
Dia sudah seperti ini sejak dia terbangun di dalam gua itu. Kenapa dia ada di dalam gua itu? Kenapa dia tertidur dalam sebuah kristal? Bahkan, dia ini apa? Saat menanyai ini semua, aku hanya mendapatkan jawaban bahwa dia tidak tahu.
Feirona menghela napas letih.
"Apakah aku ini? Siapakah aku ini? Kenapa aku bangun?......."
Mata merah rubinya menatap ke bawah. Pada saat itu, aku merasakan sedikit perubahan dalam emosinya. Apakah itu kecemasan? Atau takut?
"Aku tidak tahu."
Dia mengatakan yang sebenarnya. Entah kenapa aku merasa begitu.
"Daripada mengatakan tidak mengetahui, mungkin kau hanya tidak mengingatnya?" (Renji)
"Entahlah."
Dia membalas dengan suara yang sangat lembut. Saat dia akhirnya menatap kembali, dia melihatku dengan mata dinginnya yang biasa lagi.
"Aku juga tidak tahu itu." (Sol)
"…….Kau tidak tahu apakah kau hanya melupakannya saja atau tidak?" (Francesca)
Nona Francesca menanyainya. Saat aku melihat ke arah Feirona, dia mengerutkan alis. Begitu menyadari bahwa aku sedang melihatnya, dia menatap balik padaku dengan pandangan tajam. Mengesankan bahwa dia menyerahkan padaku untuk memutuskan apa yang akan kami lakukan pada wanita ini. Karena inilah aku benci menjadi seorang ketua.grup. setelah mendengar pendapat semua orang, keputusan terakhir pada akhirnya, tergantung diriku.
Aku ragu Feirona ingin semakin terlibat dalam masalah ini. Sudah cukup bahwa kami membawanya pulang dari gua ke ibu kota. Itu terhitung sebagai membantunya, 'kan?
Intuisiku mengatakan bahwa aku tidak seharusnya melibatkan diri lebih jauh dalam hal ini.
"Apa kau sama sekali tidak ada ingatan?" (Renji)
"Ingatan…." (Sol)
Dia sedikit bereaksi terhadap pertanyaanku. Seakan memikirkan sesuatu, dia memalingkan wajah lagi.
Saat itulah, guild mendadak menjadi sedikit lebih berisik. Penasaran, saat aku melihat ke arah pintu berayun…..ada seorang wanita yang sedang berdiri di sana yang terlihat tidak asing lagi.
Rambut berwarna cokelat terang acak-acakan dan mata biru yang terlihat kekurangan motivasi apapun. Meskipun lebih pendek daripada Nona Francesca atau Sollunea, dia masih sedikit lebih tingi daripada rata-rata. Tubuhnya berpakaian gaun terusan hitam yang termasuk ramping tapi bukan berarti dia kekuarangan fitur-fitur kewanitaannya. Sebuah apron putih membalut pinggang kurusnya dan dia memberikan kesan pesona luar biasa mengerikan yang dapat menarik mata pria manapun. Dia juga memakai sepatu bot berenda juga. Rok panjangnya berkibar sedikit, memperlihatkan kaki indah yang ada di baliknya.
Kalau aku ingat-ingat, dia berumur 22 atau 23 tahun ini.
Dia terlihat sedang mencari seseorang saat bando rambut berendanya berayun. Kalau dia mau menata rambutnya dengan benar dan matanya sedikit lebih bersemangat, pasti akan sangat sempurna.
Membuatmu merasa seperti itu, pelayan ini, yang kelihatannya kekurangan sesuatu, berdiri di sana.
Ya. Dia adalah seorang pelayan. Seorang pelayan yang sama sekali bukan bagian dari guild semacam ini… seorang pelayan yang kelihatannya kurang motivasi. Mataku bertemu dengan pelayan ini, membuatku panik saat aku buru-buru mengalihkan tatapanku. Hanya untuk bertemu tatap dengan Mururu yang sama kosongnya, meskipun tidak sehampa Sollunea.
"Kenalanmu?" (Mururu)
"Bukan."
Berkata demikian, aku menurunkan pinggangku di  kursi, mencoba untuk melarikan diri. Tapi lebih cepat daripada itu, pelayan yang dibahas di atas sedang berdiri tepat di sebelah meja kami. Aku hanya bisa menghela napas melihat kemampuan cheat luar biasa rekan-rekanku lagi. Bahkan gadis ini, yang bahkan bukan tipe petarung, memiliki lebih banyak kemampuan fisik daripada aku. Aku hanya bisa menghela napas kalau begitu, ya 'kan?
Bahkan tidak dapat bereaksi terhadap pergerakannya, Feirona dan Mururu hanya bisa menatap si pelayan itu dengan hampa. Nona Francesca terkejut dan Solluena, sesuai dugaan, tetap tanpa emosi dan hanya memandanginya.
Tapi si pelayan, tanpa mempeduli pandangan mereka semua, merunduk ke arahku dengan tatapan yang cukup dingin di matanya. Kalau yang menerimanya adalah pria dengan kelainan seksual tertentu, dia akan berterima kasih hanya karena tatapan tersebut.
Sayangnya, aku tidak punya kecenderungan semacam itu.
"Kau kejam sekali. Apa kau lupa tentang aku?" (Pelayan)
"Sebelumnya, kenapa kau berpakaian pelayan?" (Renji)
Pelayan wanita ini. Namanya Kudou Rin. Seperti aku, dia dipanggil dari dunia kami. Salah satu dari 13 Pahlawan, jadi apa-apaan dia mengenakan seragam pelayan? …… Aku sama sekali tidak mengerti. Selain itu ada reuni mendadak juga; kepalaku benar-benar pusing.
Menyadari pandanganku, dia membungkuk sedikit sambil memegangi tepian roknya. Kalau sekarang dia tersenyum, itu akan sempurna tapi ekspresinya seperti biasa tidak berenergi. Perbedaannya terlalu besar. Minta maaf pada semua pelayan sejati di dunia!
"Apa ini cocok untukku?" (Rin)
[Hum, pakaiannya manis.]
"Benar, pakaiannya memang manis."
"……"
Mungkin dia sendiri tahu bahwa ini tidak begitu cocok dengannya karena dia tidak berkata apa-apa lagi. Meski begitu, sepertinya suasana hatinya sedikit merosot. Tapi bajunya memang sangat bagus, lho? Kalau dia juga mau sedikit berusaha, pakaiannya akan lebih cocok lagi untuknya.
Sementar berpikir begitu, aku melihat ke sekeliling. Seorang pelayan yang datang ke guild entah dari mana dan membungkuk pada seorang petualang… … Kami menarik perhatian dalam artian buruk. Tapi gadis ini sama sekali tidak peduli dengan itu. Mengatakan bahwa dia hanya melakukan segalanya 'sesuai kemauannya' mungkin terdengar lebih baik tapi sebenarnya, dia hanya tidak bisa membaca suasana. Dia bahkan tidak peduli tentang orang lain. Dirinya sendiri, dan rekan-rekannya. Hanya itu yang menjadi prioritasnya. Yang lain urusan belakangan. Cukup mudah untuk memahami kepribadiannya tapi aku merasa itu sangat ekstrim. Bahkan saat ini, hanya aku yang terlihat di matanya. Dia bahkan tidak melihat Nona Francesca dan yang lainnya yang sedang duduk di meja yang sama. Dia juga tidak menyadari pandangan penasaran dari orang lain yang ada di guild saat ini. Dalam dunianya, hanya ada aku, dia dan Ermenhilde sekarang.
"Untuk sementara waktu, setidaknya duduklah dulu. Aku akan memperkenalkanmu dengan rekan-rekanku." (Renji)
"Rekan?" (Rin)
Ayo mulai dari sini. Kalau aku tidak memperkenalkan Nona Francesca dan yang lainnya, dia bahkan tidak akan menyadari mereka sampai akhirnya.
Berkata demikian, aku melihat ke arah yang lain yang sedang duduk semeja denganku sehingga Kudou juga melihat mereka. Reaksinya pada dasarnya – "Oh, ada orang lain di sini?' Seperti itu.
Sambil memandangi mereka dan didesak olehku, dia duduk di sebuah kursi. Melihat reaksi semacam itu darinya sementara berpakaian pelayan, rasanya aneh. Seperti yang diduga, ada sesuatu yang hilang dari kepala gadis ini. Dan, Nona Francesca serta Feirona terlalu tertegun karena dampaknya. Bahkan Mururu terlihat kebingungan memutuskan bereaksi seperti apa. Hanya Sollunea yang tetap sama, tanpa emosi seperti biasanya.
"Elf ini adalah Feirona, beastwoman itu Mururu, Nona Francesca si penyihir. Dan ini adalah Sollunea, yang kami temui belum lama ini." (Renji)
"Oh ya, aku mendengar tentang mereka dari Yuuko-chan. Grup Yamada-kun saat ini." (Rin)
"Dan dia ini Kudou Rin."
"Senang bertemu dengan kalian, Elf-san, Beastwoman-chan, Penyihir-chan, dan gadis berambut hitam."
[Kau masih belum berubah ya, Rin.]
"Manusia tidak berubah semudah itu, kau tahu? Aku adalah aku. Orang lain adalah orang lain."
"Rin Kudou-sama……ya?" (Francesca)
"Aku tidak tahu siapa yang sedang kau bicarakan, tapi memang benar aku adalah Kudou Rin, Penyihir-chan." (Rin)
"Uh, eh?!"
Dengan kecepatan yang tidak terlihat karena kurangnya ekspresi pada wajah Kudou, dia menyambar tangan Nona Francesca yang ada di atas meja. Saat Nona Francesca bersuara kebingungan dengan apa yang terjadi, aku menginjak kaki Kudou di bawah meja hampir di saat yang bersamaan. Karena dia memakai sepatu bot, mungkin tidak terlalu menyakitinya tapi dia melepaskan tangan Nona Francesca.
"Seperti biasa, ada wanita-wanita manis di sekitarmu." (Rin)
"Aku tidak akan menanyakan apa yang kau maksud dengan 'seperti biasanya', tapi seperti biasanya kau juga cepat bergerak, ya?" (Renji)
"Tapi dia adalah seorang gadis yang manis. Aku mau tidak mau melakukan pendekatan padanya, ya 'kan?"
"……jangan mengatakannya langsung di depan orangnya."
"Eh?"
Dalam selisih waktu tersebut, kali ini Kudou mencoba untuk menyambar tangan Mururu yang berada di seberangnya. Tapi seperti yang diduga dari Mururu, dia cepat-cepat menarik tangannya dan menempatkannya di bawah meja sebelum Kudou dapat menyambarnya.
Alih-alih merasa terkejut, Kudou berekspresi senang melihat reaksi Mururu. Dia benar-benar seorang pelayan dengan sopan santun yang buruk. Dia harus mendapat omelan dari majikannya. Tapi, yah, dia adalah majikan bagi dirinya sendiri bagaimanapun juga. Itulah kepribadiannya.
"Jadi, ada apa? Kau tidak datang ke guild tanpa alasan, 'kan?" (Renji)
"Aku datang untuk menjemputmu, Yamada-kun. Yuuko-chan memanggil."
"Aah, aku mengerti."
Benar, Souichi sepertinya sudah sampai di istana. Karena kemunculan Sollunea, aku sama sekali lupa soal dia. Kurasa mereka harus membicarakan tentang iblis yang kami tangkap saat di kota Sihir.
Ada masalah Sollunea dan juga iblis ini. Kepalaku sakit. Semua pemikiran sulit ini membuatku tertekan. Aku cukup yakin tidak ada satu pun dari hal ini yang akan mengarah pada sesuatu yang menyenangkan. Kalau aku menggunakan istilah di dunia asal kami, ini jelas-jelas adalah sebuah 'flag' untukku.
"Bagaimana kau tahu aku ada di sini, di guild, ngomong-ngomong?" (Renji)
"Wah, tidak mungkin aku keliru di mana Yamada-kun berada, ya 'kan?" (Rin)
[Muu.]
Berkata demikian, perlahan, dengan santainya dia mendekat dan mencondongkan tubuhnya ke arahku. Bersuara kecil, pipi Nona Francesca memerah. Merasa ekspresinya menarik, Kudou mulai datang lebih dekat lagi hanya untuk buru-buru mengelak ketika aku mengangkat tinjuku untuk menjitak kepalanya. Seperti biasanya, kecepatan reaksinya luar biasa. Sialan.
"Jangan main-main. Kau mungkin menggunakan energi magis Ermenhilde sebagai panduannya, ya 'kan?" (Renji)
"Kau tidak seru…." (Rin)
Kudou luar biasa sensitif terhadap aliran energi magis. Terutama jika itu adalah milik kami, energi sihir orang-orang yang dipanggil, dia dapat merasakannya meski dari jauh sekali.
Dalam kasusku, karena aku tidak ada energi magis, aku ada Ermenhilde. Dia pasti menggunakan itu untuk kemari.
Memiliki berbagai julukan seperti [Ahli Logam], [Pembuat Barang], Kudou menempa besi, sambil merasakan energi sihirnya, dan mengubahnya menjadi barang-barang. Menurutnya, dengan melakukan itu, dia dapat menciptakan barang-barang yang jauh lebih baik kualitasnya daripada yang dibuat siapapun.
Aku tidak terlalu tahu mengenai pembuatan barang atau senjata, tapi berdasarkan seorang kenalanku, yang adalah seorang perajin, katanya, metodenya sama dengan yang digunakan oleh para dwarf atau elf. Itu adalah, tekhnik menempa dari para dwarf bersama dengan tekhnik pemberian sihir dari para elf. Dipadukan dengan kreatifitas seorang manusia dari dunia lain. Itulah Kudou. Selama perjalan kami, aku ingat dia membuat berbagai macam hal berbahaya seperti bom, racun, dst dst.
"Kalau begitu, ayo berpisah untuk hari ini, bagaimana?" (Renji)
"Ya, tentu." (Feirona)
Feirona menyetujui usulanku. Kalau Utano-san memanggilku, aku tidak bisa tidak pergi. Dia amat sangat jarang memanggilku untuk alasan pribadi bagaimanapun juga.
Sambil berharap ini bukan masalah lain, aku menghela napas. Di saat yang sama, aku juga ingin membicarakan tentang Sollunea. Gadis yang tidak tahu apapun selain namanya dan terbangun dari dalam kristal. Tidak peduli bagaimana aku melihatnya, ini terlalu mencurigakan.
"Ada apa?" (Sol)
"………"
Begitu aku mengalihkan pandangan sedikit, pandangan Kudou mengarah pada Sollunea tapi reaksi Sollunea seperti biasanya. Suara yang tanpa emosi. Tidak tercermin di mata semerah rubinya. Aku penasaran apa yang dia pikirkan tentangnya saat Kudou dengan cepat kehilangan minatnya.
"Aku kembali duluan."
Hanya mengatakan itu, dia meninggalkan guild. Aku hanya bisa merasa bersimpati pada semua pria yang memandangi Kudou dari belakang saat dia pergi. Gadis itu lebih menyukai wanita daripada pria. Dan rintangan untuk menjadi partner ideal Kudou terlalu tinggi. Untuk seseorang yang kelihatannya kekurangan energi setiap waktu, gadis itu mengharapkan partnernya memiliki terlalu banyak kualitas. Wanita seperti itulah dia. Dia akan memiliki kepribadian yang menyebalkan jika seseorang mengencaninya, menurutku. Dan jika orang itu masih ingin mengencaninya setelah tahu semua hal itu, maka dia, entah lelaki atau perempuan, adalah seorang malaikat atau orang yang memiliki selera yang sangat aneh.
Tapi tetap saja, ini aneh. Aku menatap Sollunea. Bahkan dengan wajahnya dan mata yang tanpa ekspresi, dia jelas masih terlihat cantik, siapapun akan setuju. Aku bingung kenapa Kudou tidak melakukan pendekatan padanya. Tidak, itu bisa dianggap bagus  kurasa, terutama bagi Sollunea.
"Maaf soal itu. Sepertinya ada hal yang harus kuurus jadi aku akan pergi duluan." (Renji)
"Tidak apa-apa, tidak perlu khawatir soal kami." (Francesca)
"Hadiahnya." (Mururu)
"Ya, ayo cepat-cepat membaginya."
Berkata begitu, aku membagi hadiah kami menjadi 4 bagian. Dan aku mengambil satu koin emas dari bagianku lalu memberikannya pada Sollunea.
"Pergilah membeli baju dengan ini. Aku akan datang lagi untuk mengambil kembali mantelku nanti." (Renji)
"……….."
[Oi, tapi hutangmu……..]
"Jangan terlalu khawatir, kita bisa mendapatkan sebanyak mungkin uang yang kita mau nanti."
[……Aku takut dengan apa yang akan terjadi.]
Solluena memeriksa dari dekat kedua sisi koin itu dengan pandangan kosong.
"Itu adalah koin emas. Kau bisa membeli banyak hal dengan itu." (Renji)
"Begitukah?" (Sol)
[Jadi dia bahkan tidak tahu sampai sejauh itu……]
Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Mururu juga sama, tapi haruskah aku mengajar kembali bagaimana caranya menggunakan uang? Saat pandanganku terarah pada Nona Francesca, dia memberikan sebuah anggukan tidak nyaman.
"Maaf, tapi kalau kau ada waktu, tolong urus dia." (Renji)
"Ya." (Francesca)
Akhirnya, aku melirik pada Feirona untuk memintanya mengawasi Sollunea. Aku sama sekali tidak suka ini, tapi aku tidak bisa begitu saja meninggalkannya sendirian seperti ini, 'kan? Belum lagi, Sollunea memiliki begitu banyak misteri di sekeliilngnya.
Tersenyum simpul, Feirona mengangguk. Memahami pikiranku bahkan tanpa berkata apapun, dia benar-benar rekan yang bisa diandalkan.
"Juga, kalau kau akan menyewa sebuah kamar di sebuah penginapan, katakan padaku di mana tempatnya. Aku akan khawatir kalau kau mendadak menghilang."
"Aku mengerti."
Akhirnya, aku berdiri. Meskipun begitu, aku cukup banyak meminta tolong ada Nona Francesca dan yang lain untuk mengawasinya terus-menerus.
Feirona yang mengerti hal itu, mengangkat bahu dengan ekspresi tidak nyaman. Yah, tidak akan masalah kalau hanya aku yang terlalu mencemaskannya.
Memasukkan hadiah hari ini ke dalam dompetku, aku meningalkan guild.
Sesuai dugaan, aku bisa merasakan pandangan iri dari para pria di dalam sini. Sekalipun aku tidak ada hubungan dengan macam itu dengan satu pun dari mereka, bukankah Feirona juga seorang pria? Kenapa hanya aku yang dibenci?
Sambil memikirkan hal semacam itu, aku akhirnya berada di luar dan pintu masuk, Kudou sedang menungguku. Dia sepertinya sedang digodai, dikelilingi banyak pria.
"………."
"………."
Memberinya lirikan sekilas, aku mengabaikan dia dan mulai berjalan menjauh. Di saat yang sama, Kudou menyelinap dari kepungan para pria itu dalam sekejap. Benar-benar kelincahan yang luar biasa. Para pria tersebut merasa terkejut melihat si pelayan di depan mereka mendadak menghilang. Benar-benar penggunaan kemampuan cheat fisik yang sia-sia.
"Benar-benar merepotkan, kau seharusnya membantuku, Pahlawan." (Rin)
"Itu bahkan lebih merepotkan. Juga, siapa Pahlawannya? Aku tidak akan melakukan hal sememalukan itu."
"Padahal kau biasa melakukannya, saat itu."
"Saat itu, sekarang tidak lagi."
Itu adalah salah satu kesalahan masa mudaku. Sudah pasti.
[………Kalian berdua sangat mirip satu sama lain, terkadang.]
Sambil mendengarkan kata-kata bercampur helaan napas Ermenhilde, aku memikirkannya. Bahkan aku pun tidak sampai tidak termotivasi seperti Kudou, kurasa.
Aku menghela napas melihat Kudou kembali berbicara dengan caranya yang biasa dibandingkan dengan seberapa banyak bicaranya di depan Nona Francesca. Dia benar-benar seorang penipu. Dia langsung lesu hanya karena tidak ada wanita cantik di sebelahnya. Sementara di depan Utano-san dan Aya-san, dia akan menggodaku di saat yang lain, dia akan melakukan pendekatan pada wanita lain. Dan saat tidak ada seorang pun di sekelilingnya, dia akan bermalas-malasan dengan caranya sendiri. Benar-benar kepribadian yang merepotkan. Itu sama sekali tidak berubah dari dulu. Yah, memang, kepribadian seseorang tidak bisa berubah hanya dalam satu tahun.
"Kesampingkan itu…"
Kudou yang itu, dengan suara tak bersemangat seperti biasanya pun bicara. Aku masih merasa tidak nyaman karena pandangan dari sekitar, kau tahu? Seorang pelayan dan seorang petualang. Kita benar-benar terlalu banyak menarik perhatian.
"Siapa gadis berambut hitam itu?" (Rin)
"Tidak tahu. Aku bertemu dengannya hari ini. Namanya adalah Sollunea, kelihatannya begitu." (Renji)
Atau tepatnya, aku jelas sudah memperkenalkannya dengan baik, ya 'kan? Apa dia bahkan tidak mendengarku dengan benar?
"Hmmm."
[Apa kau merasakan sesuatu?"]
"Entahlah."
Meskipun dialah yang bertanya, dia menjawabnya dengan kurang berminat. Ada banyak yang ingin kukatakan tentang sikapnya ini tapi aku tahu memang seperti inilah dia. Aku hanya akan capek sendiri kalau tidak terbiasa dengan ini.
"Kesampingkan itu, kenapa kau berpakaian seragam pelayan?" (Renji)
"Mudah bergerak dan tidak masalah sekalipun jadi kotor. Juga, sekalipun aku tidur dengan memakai ini, kerutan di baju tidak akan terlihat mencolok." (Rin)
Benar-benar jawaban yang menyedihkan. Serius, minta maaflah pada semua pelayan di dunia.