AKAN SEORANG PETUALANG YANG PERGI KE SANA DAN KEMBALI LAGI
(Translator : Zerard)

“Hyaaahhh!”
Terdengar satu teriakan maha lantang.
Berikutnya adalah sebuah ledakan dari siraman cahaya matahari, dan kemudian senjata pamungkas, pedang suci, menebas melewati ruang antara dimensi.
Roh jahat tak bernama terpapar oleh kekuatan itu dan hancur terburai hingga berkeping-keping.
Hal ini memberikan arti baru pada sebuah kata Disintegrate.
Tanpa adaanya mayat ataupun roh yang tersisa, mereka tidak akan dapat mengganggu dunia fana kembali.
Sang pahlawan membiarkan momentum dari tebasannya menggiringnya dalam sebuah salto empat arah dan melompat menjauh.
“Kita sampai...!!”
Gadis itu mendarat di sebuah lahan yang tampak tidak asing.
Sebuah angin berhembus lembut di bawah langit merah. Matahari begitu benderangm langit begitu putih. Aroma musim panas dapat tercium di tempat ini.
“Ihhh... lama banget.”
“...Itu berarti perjalanan antar dimensi itu sesuatu yang harus kamu nikmati.”
Satu persatu anggota partynya keluar dari alam kehancuran kembali menuju dunia sesungguhnya.
“Ahh, tadi susah banget. Aku capek.” Sang pahlawan meregangkan tubuhnya dan kemudian menatap matahari yang telah lama tidak di lihatnya.
Pergi menuju alam lain untuk menghadapi Hecatoncheir, kemudian kembali kemari adalah sebuah petualangan yang cukup sesuatu.
Sangatlah mudah—ya, sangatlah mudah untuk langsung pergi pulang ke rumah, jika mereka menginginkannya.
Namun terdapat begitu banyak musuh di sana sehingga membuat mereka bertanya-tanya apakah dunia fisik bekerja secara berbeda dengan alam itu. Begitu banyak orang yang di siksa dan di sakiti.
Sebagai seorang knight yang berkelana melewati badai tiga ribu alam, ini adalah sesuatu yang tidak dapat di abaikan.
Jika terdapat sesuatu yang dapat mereka bantu, maka mereka harus membantunya dengan segenap jiwa. Ini adalah prinsip yang selalu di pegangnya.
“Tapi itu tadi menyenangkan ya?”
“Aku nggak yakin kalau menyenangkan adalah kata yang akan aku gunakan.” Sword Master berkata dengan menyeringai, memberikan gadis itu pukulan bercanda di kepalanya.
“Aduhhh!” dia berteriak, memegang kepalanya, namun juga tertawa.
“...Apapun itu, aku cemas dengan dunia ini. Kita harus memahami keadaannya secepat mungkin,” Sage berkata dengan senyuman tipis. Sang pahlawan mengangguk.
Yah, dengan atau tanpa mereka, sekte jahat akan bergerak di balik bayangan dan monster akan berkeliaran. Seperti itulah jalannya dunia.
Seseorang tidak akan dapat melakukan segalanya sendirian.
“Aku yakin raja juga punya masalah. Gimana kalau kita mampir ke kastil?”
“Mungkin, tapi pertama kita harus mengetahui di mana kita berada. Aku rasa di sekitar perbatasan barat.”
Mendengar itu, sang pahlawan mengalihkan pandangannya menuju kejauhan, dia dapat melihat sebuah desa baru yang sedang di bangun.
Laki dan perempuan yang tidak berbeda jauh dengan umurnya bekerja dan tertawa bersama, keringat mengucur dari dahi mereka.
Dia tidak pernah mengalami hal seperti itu dalam masa kehidupannya.
Tiba-tiba dia berpikir. Akan bagaimana kehidupannya jika saja dia adalah seorang gadis desa biasa, atau petualang biasa?
Tentunya kesuksesan tidak serta merta lurus begitu saja. Dia akan gagal beberapa kali. Atau bahkan mati.
Aku bisa saja jadi debu dalam perjalanan antar dimensi ini...
Dia akan mengumpulkan temannya di bar,pergi berkelana dan berpetualang, mengalami kegembiraan dan kesedihan seraya dia menabung uangnya setiap hhari.
Mungkin takdir atau kemungkinan yang telah membimbingnya pada pertemuan yang luar biasa.
Fantasinya telah membuat nadinya meningkat. Namun kemudian dia tersenyum dan menggeleng dkepalanya.
Tapi kalau ada sesuatu yang hanya aku satu-satu yang dapat melakukannya, maka aku harus melakukannya.
“Yah, kalau begitu lebih baik tanya desa itu! Permisiiiiiii!!”
Tidak lama setelah dia berteriak, sang pahlawan berlarim melambaikan tangan mencari perhatian.
Anggota psrtynya—temannya yang begitu berharga—hanya bisa tertawa kecil, dan berkata “Ah dia ini,” dan pergi mengikutinya.
Adalah benar: dia mengalami pertemuan dan petualangan. Dalam hal itu, mereka semua sama.
Tidak ada perbedaan antara mereka. Hal itu,  paling tidak, memberikan sang pahlawan kepuasaan.
Seorang pemuda menyadari kedatangan gadis itu, mengelap keringat dari wajah mereka seraya mendengak.
Pada wajah itu adalah, tentu saja, sebuah senyuman.
“Selamat datang! Ini adalah lapangan latihan petualang!”